Definisi Profesionalisme Guru/Pendidik

Definisi Profesionalisme Guru/Pendidik
Serba Serbi Pendidikan - Sahabat serba serbi pendidikan pada kesempatan ini kia akan mengkaji tentang Definisi Profesionalisme Guru/Pendidik. Dalam proses belajar mengajar guru merupakan salah satu faktor yang amat menentukan dalam mengantarkan siswa-siswinya pada  tujuan yang telah ditetapkan.
Gurulah yang memikul tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan program pendidikan. Oleh karena itu mengajar merupakan pekerjaan profesionalisme, bukan pekerjaan yang bersifat sampingan. Untuk menjalankan pekerjaan yang bersifat profesionalisme itu, maka seorang guru haruslah seorang yang telah mempunyai kewenangan profesionalisme yakni seorang yang secara khusus benar-benar  telah dididik dan dipersiapkan untuk melaksanakan tugas  sebagai guru.[1]
“Mengingat pendidikan selalu berkenaan dengan upaya pembinaan manusia, maka keberhasilan pendidikan adalah  tergantung pada unsur manusianya. Unsur manusia yang paling menentukan keberhasilannya pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan yaitu  guru.[2]
Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya  ialah  tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung  jawab  profesinya. Guru harus sadar bahwa dalam melaksanakan tugas selalu dituntut untuk bersungguh-sungguh.
Maka dari  itu guru dituntut agar selalu meningkatkan pengetahuan, kemampuan dalam   rangka pelaksanaan  tugas profesinya.[3]
1.   Guru sebagai  tenaga profesionalisme

Mengupas guru sebagai tenaga profesionalisme, tentulah tidak lepas dari arti profesionalisme itu sendiri. Secara istilah adalah “Suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lebih lanjut dalam ilmu  (science) dan teknologi yang digunakan sebagai perakat dasar untuk diimplementasikan, dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.[4]

Dari pengertian tersebut  memberikan  gambaran bahwa pekerjaan yang bersifat profesionalisme adalah pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang secara khusus  telah disiapkan melalui pendidikan dan latihan untuk memanku suatu jabatan tertentu, bukan pekerjaan yang dilakukan mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.

Sehubungan dengan profesionalisme seseorang Dr. Nana Sudjana memberikan keiteria sebagai berikut :[5]

a.       Bahwa pekerjaan itu dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal.

Maksudnya bahwa untuk mencapai  tenaga profesionalisme haruslah menempuh pendidikan khusus sesuai bidangnya, hal ini dimaksudkan untuk mengkaji dan mendalami berbagai disiplin ilmu yang harus dimiliki sebagai perangkat dasar dalam melaksanakan  tugasnya.

Sebagai gambaran, profesi  guru harus telah menempuh pendidikan keguruan di samping juga telah melaksanakan latihan sebagai  guru yang biasanya disebut dengan istilah Micro Teaching yakni sebagai rangkaian  pengetahuan perincian keterampilan dan pengajaran  dengan spesifikasi sedemikian rupa sehingga kriteria tertentu dapat dipenuhi.[6]

Dengan demikian micro teaching yang dimaksud sebagai usaha yang berorientasi pada upaya  meningkatkan kemampuan seorang guru dalam mengembangkan profesi keguruannya, khususnya keterampilan mengajar di depan kelas.

b.      Pekerjaan  tersebut  mendapat pengakuan dari masyarakat

Maksudnya bahwa pekerjaan yang dilakukan itu benar-benar memperoleh dukungan masyarakat, mendapat pengesahan dan perlindungan hukum dari pemerintah sehingga akan   memiliki jaminan  hidup yang layak.

Demikian juga  profesi  guru karena  telah memiliki dan mendapat pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat, maka  Madrasah sebagai lembaga formal di mana  guru bekerja mendapat pengakuan dan kepercayaan untuk mendidik anak-anak dari masyarakat, ikhlas untuk memberikan jaminan untuk hidup.

c.       Mempunyai organisasi profesi

Salah satu  ciri profesionalisme adalah dimilikinya suatu organisasi profesi yang merupakan  sarana mengabdikan diri kepada masyarakat.

Guru sebagai tenaga profesi di bidang pendidikan juga mempunyai suatu wadah organisasi  profesi yang untuk di Indonesia (PGRI) sebagai konsekuensinya harus mempunyai norma-norma yang diatur dan ditetapkan oleh organisasi sendiri yang merupakan ketentuan hukum yang mengikat para  anggotanya dan mengatur dalam melaksanakan   tugasnya.

Hal ini biasanya disebut dengan kode etik, yang merupakan ciri keempat dari organisasi profesi.

d.      Mempunyai kode  etik

      Setiap pekerjaan yang bersifat profesionalisme, kode etik merupakan hal yang sangat  penting, karena kode etik merupakan “sumber etika yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan”.[7]

           Sehubungan dengan itu, maka    guru sebagai  tenaga profesionalisme juga memiliki kode etik yang dikenal dengan “kode etik guru Indonesia”.[8]

Dari hasil Konggres persatuan  Guru Republik Indonesia ke-13 di Jakarta pada tanggal 21 s/d 25 Nopember  1973 dengan rumusannya sebagai berikut :

1.      Guru  berbakti dan membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasilais.

2.      Guru memiliki kejujuran profesionalisme dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing

3.      Guru  mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi  tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.

4.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi   kepentingan anak didik.

5.      Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar madrasahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.

6.      Guru secara sendiri-sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya

7.      Guru  menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama   guru baik di lingkungan kerja maupun di dalam keselarasan

8.      Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan organisasi guru profesionalisme sebagai sarana pengabdiannya.

9.      Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang  pendidikan.[9]

Sehubungan dengan kriteria di atas, selanjutnya Wolmer dan Mills mengemukakan sebagai berikut :

a.       Memiliki spesifikasi dengan latar belakang teori yang luas,  artinya guru  yang profesionalisme harus :

1)      Memiliki pengetahuan yang luas

2)      Memiliki keahlian khusus yang mendalam

b.      Merupakan karier yang dibina secara organisatoris makdusnya seorang guru   profesionalisme harus :

1)      Memiliki kode etik jabatan

2)      Memiliki otonomi  jabatan
3)      Merupakan karya hidup selama hidup

c.       Diakui masyarakat sebagai  pekerjaan yang mempunyai status profesionalisme artinya :

1)      Memperoleh dukungan dari masyarakat
2)      Memiliki persyaratan kerja yang sehat
3)      Memiliki jaminan hidup yang sehat[10]
2.   Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Perbedaan utama pekerjaan profesi guru dengan yang lainnya terletak pada   tugas dan  tanggung jawabnya.
Kedua jabatan itu akan memiliki persyaratan sebagai profesi jika dikaji dari kritierianya.  Namun belumlah dapat dibedakan kedua macam profesi  tersebut sebelum melihat tugas dan tanggung jawab yang dipangkunya.[11]
Guru yang merupakan profesionalisme di bidang  kependidikan  mempunyai tiga   tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan yaitu :
a.       Guru sebagai pengajar
b.      Guru sebagai  pembimbing
c.        Guru sebagai administrator kelas.[12]
Sedang menurut Piet A. Sahertion dan Ida Alacida Sahertion, tugas dan tanggung jawab guru itu meliputi tiga hal  pokok, yaitu :
a.       Tugas profesionalisme
b.      Tugas personal
c.        Tugas sosial[13]
a.       Guru sebagai pengajar
Guru bertugas dan bertanggung jawab untuk menyampaikan dan menanamkan ilmu pengetahuan melatih kecakapan dan keterampilan   tertentu kepada siswa, yang semua itu terjadi pada saat interaksi antar guru dan siswa di dalam  proses  pengajaran. Sebagai konsekuensinya, maka guru harus dapat  mengorganisasikan dan mengatur lingkungan kelas dengan sebaik-baiknya, sehingga akan terjadi proses pengajaran yang benar-benar berkualitas.
Sehingga efektif dan tidaknya proses pengajaran itu dalam mencapai  tujuan pengajaran yang telah ditentukan, sebab  kualitas pengajaran yang paling dominan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa di madrasah, di samping itu adanya   faktor  dari siswa itu sendiri.[14]
Sedangkan yang paling banyak mempengaruhi adalah  kualitas pengajaran yaitu kompetensi profesionalisme guru,baik di bidang  intelektual maupun keterampilan dalam mengajarnya.
b.      Guru sebagai pembimbing
Tugas dan tanggung jawab guru yang tidak boleh diabaikan adalah harus dapat bertindak  sebagai pembimbing, sebagai orang penunjuk  jalan  yakni dapat  menuntun anak didik sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada dan  juga dapat mengarahkan perkembangan siswa secara utuh, baik secara kognitif, afektif dan  psikomotorik, sehingga akan tumbuh dan berkembang sebagai  manusia berpribadi sesuai yang diamanatkan dalam GBHN yakni manusia yang  takwa,  cerdas,  terampil dan mempunyai budi  pekerti yang baik.
Berkaitan dengan  tugas guru sebagai pembimbing Earl V. Pullias, mengemukakan pendapatnya :
“Bahwa seorang pembimbing dalam melaksanakan  tugasnya harus dapat melaksanakan empat hal yaitu : merencanakan (membuat planing) mengenai tujuan dari program pengajaran, memberikan keyakinan pada pelajarnya agar mau melaksanakan  apa yang diprogramkan, membikin program itu mempunyai arti  penting dan mengadakan  evaluasi (penilaian)  terhadap program itu.[15]
c.       Guru sebagai administrator kelas

Tugas guru sebagai administrator kelas maksudnya adalah  guru yang bertugas dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola kelas dengan sebaik-baiknya dari komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, sejak dari mengatur situasi dan  kondisi, yang merupakan  tujuan pelajaran, pengaturan metode belajar siswa, dan mempersiapkan media belajar mengajar.

Semuanya itu harus diatur dan diorganisir sedemikian  rupa sehingga akan tercipta dan efektifitas guru dalam mengajar dan murid dalam belajar.

Dalam beberapa pendapat para ahli di atas, disadari atau tidak,  tanggung jawab dan  tugas guru sangat berat sekali. Jelasnya seorang guru harus mampu menjadi guru bagi dirinya sendiri sebelum menjadi guru bagi orang lain.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa guru  tanggung jawabnya terlalu berat, oleh karena itu tidak semua orang mampu menjadi  guru, sebab  guru dituntut persyaratan serta  memiliki kompetensi dasar dalam bidang yang digelutinya.

3.   Kompetensi-Kompetensi Guru

Kompetensi merupakan suatu kemampuan dan kecakapan yang harus dimiliki seorang guru sesuai dengan bidangnya. Ada beberapa pendapat  tentang perumusan kompetensi dasar guru ini, yang antara lain dikemukakan oleh Piet A. Sahertain dan Ida Alaeida yang membagi kompetensi dasar guru meliputi :

a.       Kemampuan menguasai bahan pelajaran yang disajikan

b.      Kemampuan mengelola program belajar mengajar

c.       Kemampuan mengelola kelas

d.      Kemampuan menggunakan media atau sumber belajar

e.       Kemampuan menguasai landasan-landasan pendidikan

f.       Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar

g.      Kemampuan menilai prestasi siswa untuk kependidikan pengajaran

h.      Kemampuan mengenal  fungsi dan program pelayanan dan bimbingan dan penyuluhan

i.        Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi madrasah

j.        Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[16]

Menurut Moh. Uzer Usman Kompetensi dasar guru meliputi sebagai berikut :

a.       Mengembangkan  kepribadian

b.      Menguasai landasan kependidikan

c.       Menguasai bahan  pengajaran

d.      Melaksanakan program pengajaran

e.       Menyusun program pengajaran

f.       Menilai hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan

g.      Menyelenggarakan  program bimbingan

h.      Menyelenggarakan administrasi madrasah

i.        Berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat

j.        Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.[17]

 Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya kompetensi dasar guru meliputi tiga hal yaitu : kompetensi kepribadian, penguasaan bahan dan kemasyarakatan.

a.       Kompetensi kepribadian

Salah satu faktor penting yang ikut menentukan keberhasilan guru dalam mengajar berkaitan dengan  guru sebagai pembimbing, pembina dan pengarah bagi anak didik dalam kepribadiannya. Seorang guru harus mempunyai kepribadian yang baik. Sehingga  guru sebagai petugas yang terlibat langsung dalam tugas-tugas pendidikan, di dalamnya terdapat satu arahan untuk mewujudkan kepribadian yang baik bagi anak didiknya. Sehingga tidak akan mengalami kesulitan dalam usaha pembentukan kepribadian  tersebut.[18]

Sebenarnya dalam proses pembentukan kepribadian itu ada tiga tahap yang semuanya merupakan tanggung  jawab guru di samping juga orang tuanya, ketiga tahap itu adalah : “Pembiasaan, pembentukan, pengertian, sikap dan minat juga pembentukan  kerohanian yang luhur.”[19]

Tahapan-tahapan pembentukan kepribadian itu dapat diwujudkan manakala  guru sebagai penanggung jawab memiliki kebiasaan, pengertian, sikap dan minat, juga kerohanian yang luhur, sehingga pada saat itu, kepribadian guru sangat menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah  akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didiknya.[20]

Senada dengan ini Al-Ghazali menyarankan bahwa sifat-sifat yang terpenting yang patut dimiliki guru adalah :”Keteladanan yang cukup amanah dan  tekun dalam bekerja, bersikap lemah lembut dan sayang pada murid, dapat memahami dan berlapang  dada dalam menghadapi ilmu,  tidak  rakus dan materialis.[21] Sebab pada diri anak didik mengalami proses imitasi dan identifikasi.

b.      Kompetensi penguasaan atas bahan

Seorang yang telah memilih guru sebagai profesinya, pasti benar-benar profesionalisme dalam bidangnya. Dia harus memiliki kecakapan dan kemampuan dalam  pengelolaan interaksi belajar mengajar.

Hal ini dapat dipahami, bahwa keprofesionalisme seorang guru sangat  menentukan keberhasilan proses belajar mengajar yang tentu saja masih banyak faktor pendukung lainnya.[22]

Guru yang bertaraf profesionalisme mutlak harus menguasai bahan yang akan dikerjakannya,  sungguh ironis dan memalukan jika terjadi ada siswa yang lebih dahulu tahu  tentang sesuatu dibandingkan gurunya, memang guru bukan maha  tahu, tetapi guru dituntut pengetahuan umum yang luas dalam mendalami keahliannya atau mata pelajaran yang menjadi  tanggung jawabnya.[23]

Penguasaan atas bahan pelajaran ternyata memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Dikemukakan oleh Peters, “Bahwa proses dan hasil belajar siswa tergantung kepada penguasaan mata pelajaran guru dan keterampilan mengajarnya.[24]

Pendapat ini juga diperkuat oleh Hilda Taba yang menyatakan bahwa “Kefektifan pengajaran di pengaruhi oleh : Karakteristik  guru dan  siswanya bahan pelajaran dan aspek lain yang berkenaan dengan situasi pelajaran.”[25]

Senada dengan itu Prof.Dr.Moh. Athiyah Al Abrosyi menyatakan :

يجب أن يتمكن المدرس من مادته ويستمر   فى البحث والاطلا ع حتى

لايصير تعليمه سطحيالايسمن ولا يغنى من جوع

Artinya : “Seorang guru harus sanggup menguasai mata pelajaran yang diberikannya, serta memperdalam pengetahuan     tentang itu  sehingga janganlah pelajara itu bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga, dan tidak melepaskan lapar.”[26]

Dari beberapa   pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penguasaan atas bahan pelajaran yang akan diajarkan mutlak diperlukan, agar tujuan yang dirumuskan dapat dicapai  dengan baik.

c.       Kompetensi Kemasyarakatan

“Guru dalam pengertian terakhir bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan  tertentu, akan tetapi  adalah anggota masyarakat yang harus ikut  aktif dan berjiwa bebas serta keaktifan dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.”[27]

 

Pemikiran tersebut memberikan  suatu arahan bahwa seorang guru bukan hanya sekedar bertanggung jawab saat dalam kelas. Namun juga  harus mampu mewarnai perkembangan anak didiknya sebagai persiapan menjadi anggota masyarakat harus memiliki kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam bidang kemasyarakatan.
Di lain pihak guru sebagai petugas  pendidikan yang berada di  tengah-tengah masyarakat sangat diharapkan kehadirannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hadir secara tidak langsung maksudnya melalui peranannya dalam mendidik anak didiknya, dan hadir secara langsung maksudnya datang  secara  pribadi sebagai anggota masyarakat.
Dari ketiga kompetensi di atas tidak dapat dipisahkan  dalam prakteknya. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru bila hanya punya satu kompetensi maka ia   tidak akan berhasil dalam menjalankan   tugasnya, karena ketiga-tiganya saling berkaitan.
Demikian Pembahasan kita tentang Definisi Profesionalisme Guru/Pendidik Semoga bermanfaat

 


REFERENSI



[1] Nana Sudjana, CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1989, hal.1
[2].Ibid., hal. 2
[3] Ibid.,hal. 2
[4] Sardiman , Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali, Jakarta, 1986, hal.131.
[5] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1988, hal.40.
[6]  DN. Anjai, Asas-asas Praktik Mengajar, Bhratara, Jakarta, 1988, hal.27.
[7] Sardiman , Op. Cit., hal.149.
[8]  Hendiyat Soetopo dan  Wasty Soemanto, Op. Cit., hal.301.
[9] Ibid., hal.302.
[10] Sardiman , Op.Cit., hal.132.
[11] Ibid., hal. 133
[12] Nana Sudjana, Op. Cit., hal.15.
[13] Piet Sahertian dan Ida Alerida Sahertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Program In Service Education, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal.10.
[14] Nana Sudjana, Op. Cit., hal.40
[15] Earl V. Pullias, Guru Makhluk Serba Bisa, Alih Bahasa, Ibrahim Anang, AL-Ma’arif, Bandung, 1984, hal.32.
[16] Piet. A Sahertian dan  Ida Aleida Sahertian, Op.Cit., hal.5
[17] Moh. Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1962, hal.10
[18] Ibid., hal. 11
[19] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1962, hal.76
[20] Zakiat Darajat, Kepribadian Guru, Bulan Bintang, Jakarta, 1986, hal.16.
[21] Fatiyah Hasan Sulaiman, Alam Pikiran Al-Ghozali Mengenai Pendidikan, Alih Bahasa; Herry Noor Diponegoro, Bandung, 1986, hal.63.
[22] Nana Sudjana, Op. Cit., hal.21
[23] Ibid, hal. 22
[24] Ibid.
[25] Ibid., hal.23
[26] Moh. Athiyah Al Abrosyi, At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falasifatuha, Mathba’ah Isalbab Al Khalabi, Mesir, 1975, hal.138.
[27] Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Haji Masagung, Jakarta, 1989, hal.123.

0 Response to "Definisi Profesionalisme Guru/Pendidik"

Post a Comment

sumonggo tinggalkan salam