Serba Serbi Pendidikan -- pada kesempatan ini kita akan membahasa tentang Pengertian Hafalan, berikut selengkapnya Dasar pendidikan islam merupakan landasan opersional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam. Menurut Hasan Langgulung dalam Abdul Mujib, dasar operasional pendidikan islam terdapat enam macam, yaitu historis, sosioligis, ekonomi, politik dan administrasi, psikologis, dan filosofis.[1]
Dari keenam dasar tersebut dasar psikologis yang hubungannya sangat erat dengan jiwa seseorang. Dikarenakan dasar psikologis adalah dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi, serta sumber daya manusia yang lain. Dasar ini berguna juga untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kesejahteraan batiniah pelaku pendidikan, agar mereka mampu meningkatkan prestasi dan kompetisi dengan cara yang baik dan sehat. Dasar ini pula yang memberikan suasana batin yang damai, tenang, dan indah di lingkungan pendidikan, meskipun dalam kedamaian dan ketenangan itu senantiasa terjadi dinamika dan gerak cepat untuk lebih maju bagi pengembangan pendidikan.[2]
Tantangan masa depan yang beberapa indikatornya telah nampak akhir-akhir ini, menuntut manusia yang mandiri, sehingga peserta didik harus dibekali dengan kecakapan hidup (life skill) melalui muatan, proses pembelajaran dan aktivitas lain di sekolah. Kecakapan hidup di sini tidak semata-mata terkait dengan motif ekonomi secara sempit, seperti keterampilan untuk bekerja, tetapi menyangkut aspek sosial-budaya seperti cakap, berdemokrasi, ulet, dan memiliki budaya belajar sepanjang hayat.[3]
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.
Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal: pre test (tes awal), proses (pelaksanaan proses pembelajaran), dan post test (tes akhir).[4]
Diantara proses pembelajaran ada evaluasi tersendiri bagi siswa dalam meningkatkan pengetahuan dan penilaian terhadap kemampuan yang di milikinya, seperti kemampuan siswa di MA NU TBS Kudus dengan menghafalkan sejumlah nadzom/bait.
Pada sistem hafalan ini akan menguraikan segala yang berhubungan dengan kata hafalan itu sendiri, meliputi;
Pengertian Hafalan
Al-hifzh (hafalan) secara bahasa (etimologi) adalah lawan dari pada lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Penghafal adalah orang yang menghafal dengan cermat dan termasuk sederetan kaum yang meghafal[5], atau mengungkapkan satu demi satu dengan tepat.
Sedangkan kata hafalan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti sesuatu yang dihafalkan atau hasil menghafal. Dan menghafal merupakan usaha meresapkan kedalam pikiran agar selalu ingat.[6]
Dengan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa, hafalan merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh serta dengan kehendak hati untuk memasukkan materi hafalan kedalam ingatan, sehingga siswa dapat mengucapkan diluar kepala atau tanpa melihat catatan yang dihafalkan.
Hafalan pada umumnya diterapkan pada mata pelajaran yang bersifat nadzom(syair), bukan natsar(prosa); dan itupun umumnya terbatas pada ilmu kaidah bahasa arab, seperti Nadzm Al-‘Imrithi, Alfiyah Ibn Malik, Nadzm Al-Maqshud, Nadzm Jawahir Al-Maknun, dan lain sebagainya. Namun demikian, ada juga beberapa kitab prosa (natsar) yang dijadikan sebagai bahan hafalan. Dalam metodologi ini, biasanya santri diberi tugas untuk menghafal beberapa bait atau baris kalimat dari sebuah kitab, untuk kemudian membacakannya di depan sang Kyai/Ustadz.
Oleh karena mengharuskan santri untuk menghafalkan, metode ini sangat relevan apabila diterapkan kepada santri yang masih tergolong anak-anak, tingkat dasar, dan tingkat menengah. Sedangkan pada usia diatas itu, metode hafalan sebaiknya dikurangi sedikit demi sedikit, dan lebih tepat digunakan untuk rumus-rumus dan kaidah-kaidah. Hal ini disebabkan pada usia tersebut, tingkat kemampuan menghafal santri cenderung semakin melemah seiring dengan menguatnya daya nalar dan pemahamannya.[7]
Syarat-syarat dalam menghafal meliputi;
- Niat yang sungguh-sungguh.
- Memiliki keteguhan dan kesabaran.
- Kontinuitas dalam menghafal.
- Menjauhkan diri dari maksiat.
- Mampu membaca dengan baik
Dari syarat-syarat tersebut juga dibutuhkan adanya strategi ketika menghafalkan. Strategi dalam menghafalkan ini untuk memudahkan pelekatan materi (nadzom/bait) yang dihafalkan dan mudah diingat, maka yang diperlukan dalam menghafal yang baik meliputi:
a. Strategi pengulangan ganda atau berkali-kali.
Untuk mencapai tingkat hafalan yang baik tidak cukup hanya dengan sekali dalam proses menghafal, tetapi perlu adanya sistem pengulangan ganda atau berkali-kali. Hal ini dilakukan agar memudahkan dalam pelekatan dan mampu melafadzkan/mengutarakan dengan tepat.
b. Tidak beralih ke nadzom/bait lain.
Ketika menghafalkan sebaiknya tidak beralih ke nadzom/bait lain sebelum nadzom/bait yang sedang dihafalkan benar-benar mantap (telah hafal diluar kepala).
c. Memperhatikan dengan cermat nadzom/bait yang serupa.
Agar memudahkan dalam menghafal nadzom/bait yang serupa, maka diperlukan kecermatan pada nadzom/bait yang dihafalkan, dengan kemungkinan adanya nadzom/bait lain yang serupa pada awal pelafalan atau akhir pelafalan.
Demikian pembahasan kita tentang Pengertian Hafalan, semoga bermanfaatSelanjutnya
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hafalan
Tujuan dan Manfaat Hafalan Menurut Ahli
[1] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media, Jakarta, Cet. I, 2006, hal. 44
[2] Ibid, hal. 46
[3] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Remaja Rosdakarya, Bandung, Cet. III, 2003, hal. 30
[4] Ibid, hal. 100
[5] Abdurrab Nawabuddin, dkk., Tehnik Menghafal Al-Qur’an, Sinar Baru Algensindo, Bandung, Cet. IV, 2005, hal. 23
[6] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Cet. I, 1988, hal. 291
[7] Amin Haedari dkk, Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, IRD PRESS, Jakarta, Cet. I, 2004, hal. 17-18
0 Response to "PENGERTIAN HAFALAN"
Post a Comment
sumonggo tinggalkan salam