a. Usia ideal
Tingkat usia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan menghafal. Walaupun tidak ada batasan tertentu secara mutlak untuk memulai menghafal. Penghafal yang masih muda akan lebih potensial daya serapnya terhadap pelajaran atau materi yang dibaca dan dihafalkan dibandingkan dengan mereka yang telah berusia lanjut, kendati tidak bersifat general.
b. Management waktu
Sebagai penghafal yang baik yaitu mampu mengatur waktunya untuk menekuni apa yang menjadi tugas dalam pembelajaran.
Waktu-waktu yang sesuai dan baik untuk meghafalkan antara lain;
- Sebelum terbit fajar.
- Setelah fajar hingga terbit matahari.
- Setelah shalat malam (tahajjud).
- Waktu diantara maghrib dan isya’.
- Waktu jam pelajaran kosong.
Sesuai predikat yang disandang manusia bahwa manusia adalah bermakna lupa.dengan demikian segala sesuatu yang berada dalam otak manusia tidak ada yang utuh dan sempurna, melainkan terkadang mengalami kelupaan. Oleh karena itu, orang, siswa, yang diberi kekuatan hafalan hendaknya syukur kepada Allah Swt Yang Maha mengetahui sesuatu dan tidak pernah lupa terhadap sesuatu pula.
Dalam memperkuat hafalan, menurut al-Zarnuji dalam Thoifuri bahwa sebab-sebab hafalan kuat adalah: [1]
1. Mempunyai motifasi
2. Kontinyuitas (terus menerus)
3. Tidak terlalu banyak makan
4. Rajin shalat malam dan
5. Gemar membaca al-Qur’an
Ditegaskan lagi olehnya bahwa tidak ada sesuatu yang lebih bisa menambah hafalan dari pada menambah bacaan al-Qur’an dengan melihat. Artinya membaca al-Qur’an dengan melihat itu lebih utama dari pada hafalan ( tidak melihat ). Nabi Muhammad Saw bersabda; Paling utama-utamanya amal umatku adalah membaca al-Qur’an dengan melihat.
Al-Qur’an memang merupakan suatu mukjizat Allah Swt. yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw melalui Malaikat Jibril. Didalamnya mengandung berbagai cerita, aqidah, ibadah, syariah, muamalah, dan sejarah. Kemu’jizatan al-Qur’an ini diantaranya bagi yang membacanya pasti memperoleh pahala dan dapat memuat ketenangan hati. Demikian pula ia juga dapat memberi obat bagi segenap penyakit, termasuk sering lupa ingatan. Dalam al-Qur’an ditegaskan:
……………………………………………………………
Artinya; “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim kecuali kerugian ” (QS. al-Isra: 82)
6. Bersiwak (membersihkan gigi)
Maksudnya adalah membersihkan gigi dengan tangkai kecil pohon siwak. Karena sulitnya memperoleh tangkai pohon siwak, maka sebagai gantinya adalah bersikat gigi dengan menggunakan sikat dan pasta gigi agar giginya senantiasa bersih, tidak mengganggu konsentrasi dalam belajar.
7. Meminum madu dan anggur merah
Dalam dunia medis madu adalah penawar dari segala penyakit (termasuk sulit menghafal). Demikian pula makan anggur merah , karena ia juga merupakan obat berbagai penyakit. Dalam kontek kekinian orang yang ingin kuat hafalannya (cerdas) berbagai hal yang telah ditempuh oleh ahli medis menjadi alternatif utamanya. Sebagai contoh seorang siswa harus disediakan brbagai susu yang mengandung vitamin kecerdasan dan lainnya.
8. Menghindari banyaknya air dahak dalam tenggorokan, karena hal ini dapat mengganggu konsentrasi belajar.
9. Tidak berorientasi pada kepentigan dunia. Maksudnya belajar suatu ilmu apapun tidak untuk mencari kekayaan dunia semata secara berlebihan, melainkan harus berfikir untuk kepentingan akhirat.
Belajar merupakan usaha sadar untuk memperoleh ilmu pengtahuan yang akhirnya dapat merubah perilakunya dari yang tidak baik menjadi baik. Karena belajar termasuk aktivitas yang positif bahkan hukumnya wajib maka mengawali belajar hendaknya memperhatikan etika belajar itu sendiri. Awal belajar ini tentunya disiapkan perangkatnya yang berupa buku, kitab, dan pada saat membawa buku hendaknya membaca, dengan harapan tidak cepat lupa;
بسم الله و سبحا ن الله و الحمد لله ولااله الا الله والله اكبر ولا حول ولا قو ة
الا با لله العلي العظيم العزيز العليم عدد كل حرف كتب ويكتب ابد الا بد ين
ودهر الد هر ين
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Swt, atas Maha Suci-Nya puji hanya untuk Allah Swt Maha Besar. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah Swt Yang Maha Tingi dan Agung, Yang Maha Mulia Dan Maha Mengetahui bilangan masing-masing huruf yang telah tertulis dan huruf itu akan abadi selama-lamanya”
Dianjurkan lagi terkait dengan aktivitas belajar agar menjadi baik dan tetap setia dalam ingatan, sehabis shalat fardlu hendaknya berdoa:
ا منت با لله الواحد الحق وحد ه لاشريك له وكفر ت بما سواه
Artinya: “Saya beriman kepada Allah Swt yang hanya satu, Maha Tunggal, Maha Besar. Dengan ke-Esaan-Nya, maka tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya. Dan saya menolak sesuatu kecuali hanya pada-Nya”
Disamping bacaan di atas, siswa yang mulai belajar hendaknya pula memperbanyak bacaan shalawat nabi, karena beliau adalah sebagai nabi dan rasul terakhir yang membawa rahmatan lil alamin (kedamaian di alam raya ini). Membaca shalawat termasuk orang yang dermawan. Dalam ajaran Islam juga dikatan bahwa termasuk orang bakhil apabila tidak mau menjawab manakala mendengar orang lain membaca shalawat.
Mengenai hal ini,hafalan itu berhubungan erat dengan daya jiwa, karena daya jiwa adalah ingatan. Ingatan ialah suatu daya jiwa yang dapat menerima , menyimpan dan memproduksi kembali pengertian-pengertian atau tanggapan-tanggapan kita. Ingatan ini dipengaruhi oleh : [2]
1. Sifat perseorangan.
2. Keadaan di luar jiwa kita (alam sekitar, keadaan jasmani, dan sebagainya).
3. Keadaan jiwa kita (kemauan, perasaan dan sebagainya).
4. Umur kita.
Dari ingatan tersebut kita dapat berusaha sebisa mungkin untuk menyimpan hafalan, pengetahuan, dan semua yang berhubungan dengan pendidikan agar tetap terjaga, namun seseorang itu tidak luput dari lupa dikarenakan semakin lama kejiwaan seseorang itu semakin lemah. Karena ingatan merupakan kemampuan yang terbatas.
Dalam kajian Psikologi Pembelajaran yang dikutip Thoifuri, bahwa telah dikupas tentang ruang lingkup lupa, yaitu kapan terjadi lupa, mengapa terjadi lupa, dan upaya apa dalam mengurangi lupa.
1. Kapan terjadinya lupa, yaitu pada saat orang berada dalam fase-fase proses belajar. Fase-fase proses belajar meliputi; fase motivasi, fase konsentrasi, fase mengolah, fase menyimpan, fase menggali, fase prestasi dan fase umpan balik. Dalam fase ini yang cukup mencolok tentang kapan lupa itu terjadi adalah pada saat fase menggali dan fase prestasi. Disinilah dua fase ini apabila tidak sinkron maka muncullah masa lupa.
2. Mengapa lupa terjadi, menurut Woodworth lupa terjadi disebabkan karena bekas–bekas ingatan yang tidak digunakan, lama kelamaan terhapus. Dalam pendapat lain dikatakan bahwa penyebab lupa adalah adanya interferensi, yakni gangguan dari informasi yang baru masuk kedalam ingatan terhadap informasi yang telah tersimpan, dan seolah-olah informasi yang lama tergeser yang sukar untuk diingat kembali.
Bligh yang dikutip oleh Hisyam Zaini dkk ( 2002 : 85-86 ) dalam Thoifuri. menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang cepat lupa sebagai berikut :
1) Retroactive interference, yaitu orang yang belajar suatu ilmu, kemudian pada lain kesempatan dia belajar ilmu yang lain yng tidak ada kaitannya dengan yang dipelajari pertama, maka pelajaran yang kedua akan menghalangi pada pengetahuan pertama yang dipelajarinya.
2) Proactive interference, yaitu orang yang belajar suatu ilmu, kemudian dalam kesempatan lain dia belajar ilmu yang lain yang tidak ada kaitannya dengan yang dipelajari pertama, maka pelajaran yang pertama akan menghalangi atau menutupi pengetahuan yang dipelajarinya.
3) Trace decay, yakni memang adanya mayoritas manusia yang otaknya mudah melupakan sesuatu yang dipelajari dalam hitungan waktu menit atau detik terutama dalam mendengarkan ceramah atau presentasi.
4) Banyaknya informasi yang harus diingat. Ini disebabkan karena seorang terpaksa dalam mengajar disamping adanya keinginan kuat untuk mengetahui sesuatu sebanyak-banyaknya padahal otaknya terbatas dalam menyimpan memori.
5) Melupakan yang tidak diingini. Artinya dalam belajar seseorang tidak akan mau mengingat secara maksimal terhadap sesuatu pengetahuan yang tidak menjadi keinginannya. Oleh karenanya pengetahuan tersebut mudah untuk dilupakan.
3. Upaya menanggulangi lupa, adalah dengan meningkatkan perhatian yang terkandung dalam fase-fase proses belajar itu sendiri. Guru dan siswa harus sama-sama sadar bahwa dengan memegang teguh fase-fase belajar tersebut maka akan menjadikan pelajaran sulit untuk bisa dihilangkan dari ingatan.
Masalah kesulitan belajar bagi siswa nampaknya kurang mendapat perhatian serius dibanding dengan menyoalkan masalah keberhasilan yang tentunya pula didukung oleh media, metodologi, strategi, jalan pengajaran dan evaluasi. Padahal jika direnung problem kesulitan belajar siswa lebih mahal harganya untuk segera ditangani bagaimana pemecahannya. Karena bagaimanapun kesulitan belajar ini dapat memberi imbas out put yang tidak berkualitas secara turun-menurun.[3]
Secara teori dapat kita bedakan adanya tiga aspek dalam berfungsinya ingatan itu, yaitu :
a. mencamkan, yaitu menerima kesan-kesan.
b. menyimpan kesan-kesan.
c. memproduksikan kesan-kesan.
Atas dasar kenyataan inilah, maka biasanya ingatan didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksikan kesan-kesan.
Penafsiran yang diberikan kepada ingatan lalu diberikan kepada masing-masing aspek itu. Ingatan yang baik mempunyai sifat-sifat: cepat atau mudah mencamkan, setia, teguh, luas dalam menyimpan, dan siap sedia dalam memproduksikan kesan-kesan.
Ingatan cepat artinya mudah dalam mencamkan sesuatu hal tanpa mejumpai kesukaran. Ingatan setia artinya apa yang telah diterima (dicamkan) itu akan disimpan sebaik-baiknya, tak akan berubah-ubah, jadi tetap cocok dengan keadaan waktu menerimanya. Ingatan teguh artinya dapat menyimpan kesan dalam waktu yang lama, tidak mudah lupa,. Ingatan luas artinya dapat menyimpan banyak kesan. Ingatan siap artinya mudah dalam memproduksikan kesan yang telah disimpanya. [4]
Demikian juga mencamkan itu dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: [5]
(a) mencamkan yang sekehendak, dan
(b) mencamkan yang tidak sekehendak.
Mencamkan yang tidak sekehendak atau tidak disengaja itu artinya tidak dikehendaki, tidak disengaja, memperoleh sesuatu pengetahuan. Sedangkan mencamkan dengan sekehendak atau dengan sengaja artinya mencamkan dengan sengaja dan dikehendaki; dengan sadar sungguh-sungguh mencamkan sesuatu. Aktivitas mencamkan dengan sengaja ini biasanya kita sebut dengan menghafal. Penelitian-penelitian serta eksperimen-eksperimen dalam lapangan ini telah berhasil merumuskan hal-hal yang dapat membantu menghafal atau mencamkan itu. Sementara dari hasil-hasil tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menyuarakan menambah pencaman. Pencaman bahan akan lebih berhasil apabila orang tidak saja membaca bahan pelajaran, tetapi juga menyuarakannya dan mengulang-ulangnya. Hal yang demikian itu diperlukan sekali terutama kalau yang dicamkan adalah perumusan-perumusan yang harus diingat secara cepat, ejaan-ejaan dan nama-nama asing, atau hal-hal yang sukar.
b. Pembagian waktu belajar yang tepat menambah pencaman. Belajar secara borongan, yaitu sekaligus banyak dan dalam jangka waktu yang lama umumnya kurang menguntungkan.
c. Penggunaan metode belajar yang tepat mempertinggi pencaman. Dalam hubungan dengan ini kita mengenal adanya tiga macam metode belajar, yaitu:
(1) Metode keseluruhan atau metode G (Ganzlern-methode), yaitu metode menghafal dengan mengulang berkali-kali dari permulaan sampai akhir.
(2) Metode bagian atau metode T (Teillern-methode), yaitu menghafal sebagian demi sebagian. Masing-masing bagian itu dihafal.
(3) Metode campuran atau metode V (Vermittelendelrn-methode), yaitu menghafal bagian-bagian yang sukar dahulu, selanjutnya dipelajari dengan metode keseluruhan.
Demikian kajian kita tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hafalan, semoga bermanfaat
Selanjutnya
Apa Itu Hafalan?
Tujuan dan Manfaat Hafalan Menurut Ahli
Tujuan dan Manfaat Hafalan Menurut Ahli
[1] Thoifuri, Pesan-Pesan Pendidikan Profetik (Pendekatan Filosofis Dan Fungsional), Media Ilmu Press, Kudus, Cet.I, 2007, hal. 161-164
[2] Agus Sujanto, Psikologi Umum, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. XII, 2004, hal. 41
[3] Thoifuri, Op. Cit., hal. 167-169
[4] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta Cet. VIII, 1998, hal. 43-44
[5] Ibid, hal. 45-46
0 Response to "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HAFALAN"
Post a Comment
sumonggo tinggalkan salam