Serba Serbi Pendidikan -- kajian kita kali ini tentang Kreativitas dan Konseling Kelompok. Conny Semiawan (1984:8) menjelaskan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, atau melihat hubungan-hubungan baru antara unsur, data, atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Pendapat di atas, menunjukkan bahwa kreativitas terletak pada kemampuan untuk melihat asosiasi antara hal-hal atau objek-objek yang sebelumnya tidak ada atau tidak tampak hubungannya dengan kemampuan yang dimilikinya. Sebagai contoh : seorang anak kecil asyik bermain dengan balok-balok yang mempunyai bentuk dan warna yang bermacam-macam setiap kali dapat menyusun sesuatu yang baru, artinya baru bagi dirinya, karena sebelumnya ia belum pernah membuat hal semacam itu. Anak ini adalah anak yang kreatif, berbeda dengan seorang anak yang hanya membangun sesuatu jika ada contohnya.
Seorang siswa setelah mempelajari dasar bahan-bahan pelajaran yang diperolehnya pada mata pelajaran IPA, melakukan eksperimen di rumah dengan mencoba macam-macam variasi dalam pembuatan sabun mandi, variasi dalam bentuk, warna, aroma, atau komposisi bahan yang digunakan. Ia adalah siswa yang kreatif. Seorang siswa dalam pelajaran bahasa Indonesia mampu membuat suatu karangan dengan judul yang diberikan oleh guru “Saya pada tahun 2010”. Karangan itu mencerminkan daya imajinasinya yang hidup, dan gaya bahasanya berbeda dengan apa yang biasanya dibuat oleh siswa-siswa lain. Ia adalah siswa yang kreatif.
Jelaslah kreativitas dapat muncul dalam semua bidang kegiatan manusia, tidak terbatas dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, atau teknologi serta tidak terbatas pula pada tingkat usia, jenis kelamin, suku, bangsa, atau kebudayaan tertentu.
Kreativitas sebagai suatu proses memikirkan berbagai gagasan, dalam menghadapi suatu persoalan atau masalah, sebagai proses bermain dengan gagasan-gagasan dalam pikiran, merupakan keasyikan yang menyenangkan dan penuh tantangan bagi siswa yang kreatif. Kreativitas dalam hal ini merupakan proses berpikir dimana siswa berusaha untuk menemukan hubungan-hubungan baru, mendapatkan jawaban, metoda atau cara baru dalam memecahkan suatu masalah.
Sikap dan minat siswa jika sudah dipupuk sejak dini (sikap ingin tahu, minat untuk menyelidiki lingkungan atau bidang-bidang baru, dorongan untuk melakukan eksperimen, perasaan tertantang untuk menangani masalah-masalah yang rumit, dan untuk menemukan banyak kemungkinan pemecahan masalah), maka sikap mental ini akan dibawa terus sampai dewasa. Sikap mental ini akan menghasilkan ilmuwan, teknokrat, atau wiraswastawan yang mampu membangun baik diri sendiri maupun masyarakat dan negara. Oleh karena itu menurut Conny Semiawan (1984:9) dalam mengembangkan kreativitas anak didik meliputi segi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pengembangan kognitif, antara lain dilakukan dengan merangsang kelancaran, kelenturan, dan keaslian dalam berpikir. Pengembangan afektif, dilakukan dengan memupuk sikap dan minat untuk bersibuk diri secara kreatif. Pengembangan psikomotorik, dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memungkinkan siswa mengembangkan ketrampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif-inovatif.
Conny Semiawan (1984:10) menjelaskan bahwa perilaku kreatif memberi pengaruh yang khas dan unik dari keseluruhan kepribadian individu terhadap lingkungannya.
Oleh karena itu perilaku kreatif dapat terwujud, tidak hanya diperlukan ciri-ciri kognitif, seperti kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berpikir, tetapi juga ciri-ciri kepribadian tertentu.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri seseorang yang kreatif adalah mempunyai daya imajinasi yang kuat, mempunyai inisitif, mempunyai minat yang luas, bebas dalam berpikir (tidak kaku atau terhambat), bersifat ingin tahu, selalu ingin mendapat pengalaman-pengalaman baru, percaya pada diri sendiri, penuh semangat, berani mengambil risiko (tidak takut membuat kesalahan), dan berani dalam pendapat dan keyakinan (tidak ragu-ragu dalam menyatakan pendapat meskipun mendapat kritik dan berani mempertahankan pendapat yang menjadi keyakinannya).
2. Kreativitas Belajar
Belajar merupakan suatu kegiatan yang subjektif, artinya siswa itu sendiri yang menentukan mau atau tidak mau belajar. Siswa bergairah untuk belajar jika tertarik terhadap bahan, masalah, atau peristiwa yang akan dipelajari. Siswa enggan namun terpaksa belajar, walaupun tidak tertarik pada bahan, masalah, atau peristiwa yang dihadapi. Siswa harus mempelajarinya karena kalau tidak akibatnya akan sangat merugikan diri sendiri. Oleh karena itu kreativitas dalam belajar berhubungan erat dengan penghayatan terhadap pengalaman belajar yang sangat menyenangkan.
Torrance dan Myers, dikutip oleh Conny Semiawan (1984:11) berpendapat bahwa belajar kreatif adalah :
menjadi peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tak ada, ketidakharmonisan, dan sebagainya; mengumpulkan informasi yang ada; membataskan kesukaran atau menemutunjukkan (mengidentifikasi) unsur yang tak ada; mencari jawaban, membuat hipotesis, mengubah, dan mengujinya; menyempurnakannya; dan akhirnya mengkombinasikan hasil-hasilnya.
Kegiatan belajar yang kreatif selalu melibatkan dengan sesuatu yang berarti. Rasa ingin tahu dalam kekaguman, ketidaklengkapan, kekacauan, kerumitan, ketidakselarsan, ketidakteraturan, dan sebagainya. Kesederhanaan dari struktur atau mendiagnosis suatu kesulitan dengan mensintesiskan informasi yang telah diketahui, membentuk kombinasi baru, atau mengidentifikasi kesenjangan. Memerinci dan mendivergensi dengan menciptakan alternatif-alternatif baru, kemungkinan-kemungkinan baru, dan sebagainya. Mempertimbangkan, menilai, memeriksa, dan menguji kemungkinan-kemungkinan. Menyisihkan pemecahan yang tidak berhasil, salah, dan kurang baik. Memilih pemecahan yang paling baik dan membuatnya menarik atau menyenangkan secara estetis. Mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada orang lain.
Sebagaimana halnya dengan pongalaman belajar yang sangat menyenangkan, pada belajar kreatif siswa terlibat secara aktif serta ingin mendalami bahan yang dipelajari. Dalam proses belajar secara kreatif digunakan proses berpikir divergen (proses berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dan proses berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat), berpikir kritis.
Berpijak pada paparan di atas menunjukkan bahwa pengalaman dalam proses belajar kreatif sangat mungkin berada di antara pengalaman belajar yang sangat menyenangkan, pengalaman belajar yang memberikan kepuasan kepada siswa dan yang sangat bernilai bagi siswa.
Conny Semiawan (1984:40) menjelaskan cara untuk menciptakan iklim dan suasana yang mendorong dan menunjang pemikiran belajar kreatif :
a. Bersikap terbuka terhadap minat dan gagasan anak atau siswa.
b. Berilah waktu kepada anak/siswa untuk memikirkan dan mengembangkan gagasan kreatif. Kreativitas tidak selalu timbul secaa langsung dan spontan.
c. Ciptakanlah suasana saling menghargai dan saling menerima antara anak atau siswa, antara anak dan orang tua, dan antara siswa dan guru atau pengasuh, sehingga anak atau siswa dapat baik bekerja sama, mengembangkan dan belajar secara bersama maupun belajar secara mandiri.
d. Kreativitas dapat diterapkan dalam semua bidang kurikulum dan bidang ilmu. Kreativitas bukanlah monopoli bidang seni.
e. Doronglah kegiatan berpikir divergen dan jadilah nara sumber dan pengarah.
f. Suasana yang hangat dan mendukung memberi keamanan dan kebebasan untuk berpikir menyelidiki (eksploratif)
g. Berilah kesempatan kepada anak atau siswa untuk berperan serta dalam mengambil keputusan.
h. Usahakanlah agar semua anak atau siswa terlibat dan dukunglah gagasan dan pemecahan anak atau siswa terhadap masalah dan rencana (proyek). Mendukung tidak sama dengan menyetujui. Mendukung berarti menerima, menghargai, dan jika masih belum tepat mengusahakan ketepatan pemecahan secara bersama.
i. Bersikaplah positif terhadap kegagalan dan bantulah anak atau siswa untuk menyadari kesalahan atau kelemahan serta usahakan peningkatan gagasan atau usahanya agar memenuhi syarat, dalam suasana yang menunjang atau mendukung.
Berpijak pada paparan di atas, menunjukkan bahwa belajar kreatif dapat berlangsung secara lebih lancar dalam suatu iklim yang menunjang pendayagunaan kreativitas. Untuk medorong berpikir kreatif, perlu diusahakan suatu suasana terbuka terhadap gagasan baru. Lingkungan siswa perlu diusahakan agar ikut membantu menghilangkan hambatan-hambatan untuk berpikir kreatif. Dalam iklim, yang kreatif ini terdapat siswa dan guru, anak dan orang tua saling menerima dan saling menghargai. Dukungan dan sikap positif dari guru, orang tua, pendidik, dan pengasuh, akan menimbulkan dorongan dalam diri anak untuk ungkapan kreatif.
C. Peranan Konseling Kelompok dalam Mengembangkan Kreativitas
Pelaksanaan kegiatan konseling kelompok, semua yang terlibat dalam konseling mepunyai peranan, baik itu guru pembimbing maupun siswa sendiri.
Peranan guru pembimbing dalam konseling Kelompok menurut Mungin Eddy Wibowo (1986:26) adalah sebagai berikut :
a. Membantu kelompok menciptakan suasana persahabatan, dimana para anggota kelompok dapat mengadakan eksplorasi masalah dan menciptakan hubungan baik.
b. Memberi bantuan pengarahan langsung terhadap kegiatan konseling kelompok yang bersifat isi dari apa yang dibicarakan mengenai proses kegiatan.
c. Memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok itu baik perasaan anggota-anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok.
d. Bila kelompok itu tampaknya kurang menjurus ke arah yang dimaksudkan maka konselor memberikan arah yang dimaksudkan.
e. Memberi tanggapan tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok.
f. Mengatur lalu lintas kegiatan kelompok sebagai pemegang aturan permainan, pendamai dan pendorong kerja sama serta suasana kebersamaan.
g. Menjaga agar dalam kelompok tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, merusak ataupun menyakiti anggota kelompok.
h. Mendorong hubungan antara anggota kelompok agar terjadi adanya saling menerima, memahami, membantu dan identifikasi diri.
i. Membantu anggota kelompok mengekspresikan perasaan-perasaan, membantu memahami apa yang diekspresikan anggota kelompok.
Memperhatikan beberapa peranan guru pembimbing dalam konseling kelompok di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan guru pembimbing dalam konseling kelompok adalah sebagai penolong yang profesional dan sebagai fasilitator dalam diskusi atau pembicaraan yang terjadi.
Totok Santoso (1987:26) menjelaskan proses utama dalam konseling kelompok sebenarnya bukan antara guru pembimbing dengan anggota kelompok, tetapi yang penting adalah interaksi antara anggota dengan anggota.
Berpijak pada pendapat di atas, maka para anggota dalam konseling kelompok diharapkan dapat membantu terbinanya suatu hubungan baik, dapat membagi pengalaman atau pemecahan masalah, dapat mengekspresikan dirinya, dan dapat membantu anggota lain untuk mendapatkan rumusan pikiran dan tujuan serta dapat mengekspresikan kemampuannya dalam bentuk kegiatan belajar yang kreatif. Sehingga hasil dari layanan konseling kelompok benar-benar dapat bermanfaat dalam mengembangkan kreativitas belajar siswa.
Demikian pembahsan kita tentang Kreativitas dan Konseling Kelompok Semoga Bermanfaat
0 Response to "KREATIVITAS DAN KONSELING KELOMPOK"
Post a Comment
sumonggo tinggalkan salam