Prinsip-prinsip dan Model Supervisi Pendidikan

Prinsip-prinsip dan Model Supervisi Pendidikan
Agar pembinaan tersebut dapat dilakukan dengan baik, perlu dipedomani prinsip-prinsip pembinaan guru. Yang dimaksud dengan prinsip adalah sesuatu yang harus dipedomani dalam suatu aktivitas. Adapun yang menjadi prinsip-prinsip supervisi pendidikan adalah sebagai berikut :
a.   Prinsip ilmiah (scientific)
1)   Kegiatan supervisi dilakukan berdasarkan data obyektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses belajar mengajar
2)   Untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data, seperti; angket, observasi, percakapan pribadi dan seterusnya
3)   Setiap kegiatan supervisi dilaksanakan seara sistematis, berencana dan kontinu[1]
b.   Prinsip Demokratis
Supervisi harus didasarkan dengan menjunjung tinggi azas musyawarah, memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat serta sanggup menerima pendapat orang lain. Demokratis mengandung makna menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru, bukan berdasarkan atasan dan bawahan tapi berdasarkan rasa kesejawatan. Situasi pelaksanaan supervisi pendidikan bukan karena perintah dan karena takut dengan atasan, namun menciptakan situasi kekeluargaan, musyawarah dan saling memberi dan menerima.[2]
c.    Prinsip kerja sama/ kooperatif
Supervisi hendaklah didasarkan untuk mengembangkan usaha bersama untuk menciptakan situasi belajar yang lebih baik[3] atau menurut istilah supervisi Sharing of idea, sharing of experience, memberi, mendorong, menstimulasi guru.[4]
d.   Prinsip konstruktif dan kreatif
Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas dan inisiatif guru itu sendiri, sedangkan supervisor hanya memberikan dorongan agar tercipta situasi belajar yang baik atau dengan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara menakutkan.[5]
 Model-model supervisi pendidikan
a.   Model-model supervisi pendidikan
Yang dimaksud model dalam uraian ini adalah suatu pola yang diterapkan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan. Ada berbagai model yang berkembang dalam supervisi pendidikan, yaitu :
1)  Model tradisional (konvensional)
Perilaku  supervisi model konvensional ialah mengadakan inspeksi untuk mencari kesalahan dan menemukan kesalahan. Kadang-kadang bersifat memata-matai, perilaku tersebut oleh Olive P.F disebut snoopervision (memata-matai) atau sering disebut supervisi korektif. Guru yang banyak kesalahan mendapat kondite buruk dan sebaliknya yang patuh mendapat kondite bagus dan dicalonkan menduduki pangkat yang lebih tinggi. Suasana antara staf yang dibina (dalm hal ini guru) dibawah pimpinan dikdatoris, tertekan dan tegang tanpa ada kegembiraan sama sekali.[6] Praktek pembinaan yang dilakukan pembina adalah lebih banyak memberikan penilikan/ inspeksi kepada guru-guru yang menjadi tanggungjawabnya sebagai kontrol atas pengajaran dari pada langkah-langkah pembinaan secara profesional/ akademik.[7]
2)  Model ilmiah (scientific)
Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a)  Dilaksanakan secara berencana dan kontinu
b)  Sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu
c)  Menggunakan instrumen pengumpulan data
d)  Ada data yang obyektif yang diperoleh dari keadaan yang riil [8]
3)  Model klinis (clinical)
Supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data secara obyektif, teliti sebagai dasar untuk usaha mengubah perilaku mengajar guru. Yang terpenting dari pelaksanaan supervisi klinis disini adalah inisiatif datang dari guru untuk mengaasi permasalahan yang datang dari guru untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya. Inti dari bantuan terpusat pada perbaikan penampilan dan perilaku mengajar guru. Model pembinaan guru yang dilakukan secara kolegen atau kesejawatan antara pembina dan guru melalui tatap muka membahas tentang hal mengajar di dalam kelas guna perbaikan pengajaran dan pengembangan profesi.[9] Terdapat lima langkah dalam melaksanakan supervisi klinis, yaitu; a) Pembicaraan pra-observas, b) Melaksanakan observasi, c) Melakukan analisis dan menentukan strategi, d) Melakukan pembicaraan tentang hasil supervisi, dan e) Melakukan analisis setelah pembicaraan. [10]
4)  Model artistik
Pada model supervisi artistik ini, pembina akan menampakkan dirinya dalam relasi dengan guru-guru yang dibimbing para guru merasa diterima, adanya perasaan aman dan dorongan positif untuk berusaha maju. Sehingga pembina lebih sering mendengarkan, dituntut mempunyai kepekaan memahami problem-problem yang dikemukakan dan menempatkan diri sebagai instrumen observasi untuk mendapatkan data dalam rangka mengambil langkah-langkah pembinaan. Oleh karena pembinaan sendiri yang ditempatkan sebagai instrumennya, maka dialah yang membuat pemaknaan atas pengajaran yang sedang berlangsung.[11]



[1]Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 20.
[2]Suharsimi Arikunto, Organisasi Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm. 181.

[3] Pedoman Guru PGAN, Op. cit, hlm. 112.

[4] Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 157.

[5] Suharsimi Arikunto, Op. cit, hlm 158.
[6] M. Darmanto, Op. cit, hlm. 188.

[7] Ali Imron, Op. cit, hlm. 17.

[8] Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 36.
[9]Ahmad Azhari, Supervisi Rencana Program Pembelajaran, Rian Putra, Ciputat, 2003, hlm. 18.

[10] Piet A. Sahertian, Op. cit, hlm. 38.

[11] Ali Imron, Op. cit, hlm. 48.

0 Response to "Prinsip-prinsip dan Model Supervisi Pendidikan"

Post a Comment

sumonggo tinggalkan salam