Dalil
(dasar) Tentang Etos Kerja
فاذا
قضيت الصلوة فانتشروا فىالارض وابتغوا من فضل الله واذ كرواالله كثيرالعلكم تفلحون
(الجمعه:10)
Artinya:
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebarlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.(Q.S.
Al-Jumu’ah: 10).[1]
وقل اعملوا فسيرى الله عملكم ورسوله
والمؤمنون وستردون الى علم الغيب والشهادة فينبئكم بما كنتم تعملون (التوبه:105)
Artinya: Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasulnya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghoib dan nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.(Q.S.
At-Taubah:105).[2]
اعمل عمل امرى يظن ان
لن يموت ابدا واخذر حذر امرى يخس ان يموت غدا (رواه البيهقى عن ابن امير
)
Artinya: “Bekerjalah seperti kerja orang yang meyangka dia tidak
akan mati selamanya, dan berhati-hatilah seperti hati-hati orang yang kuatir ia mati besok pagi”.(
H.R. Baihaqi dari Ibnu Amr).[3]
Dari ayat dan sabda Nabi tersebut dapat diambil suatu kesimpulan,
bahwa persyaratan agar manusia bisa mempertahankan eksistensinya di dunia ini,
maka harus terus-menerus dan berencana meningkatkan dirinya untuk menciptakan
hari esok yang lebih baik dan mulia dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Jelaslah
mereka harus bekerja yang lebih baik dan selalu mendekatkan diri kepada
Allah.
3. Komponen
Dasar Etos Kerja
a. Iman dan Taqwa
Yang dinamakan iman adalah meyakini di dalam hati, menyatakannya
dengan lesan, dan malaksanakannya dengan perbuatan.[4]
Kata taqwa (al-taqwa) dan kata-kata kerja serta kata-kata benda yang
dikaitkan dengannya memiliki tiga arti, menurut Abdullah Yusuf Ali pertama,
takut kepada Allah, merupakan awal dari ke’arifan. Kedua, menahan atau menjaga
lidah, tangan dan hati dari segala kejahatan. Ketiga, ketaqwaan, ketaatan dan
kelakuan baik.[5]
Setiap pribadi muslim harus menyakini bahwa nilai iman dan taqwa
akan terasa kelezatannya apabila secara nyata dimanifestasikan dalam bentuk
amal sholeh atau tindakan kreatif dan prestatif. Iman dan taqwa merupakan
energi batin yang memberi cahaya pelita untuk mewujudkan identitas dirinya
sebagai bagian dari umat yang terbaik.
Dalam Al-qur’an banyak memuat ayat yang manganjurkan taqwa dalam
setiap perkara dan pekerjaan. Ayat-ayat tentang keimanan selalu diikuti dengan
ayat-ayat kerja, demikian pula sebaliknya. Ayat seperti “orang-orang yang
beriman” diikuti dengan ayat “dan mereka yang beramal sholeh”. Jika Allah SWT
ingin menyeru kepada orang-orang mukmin dengan nada panggilan seperti “Wahai orang-orang
yang beriman”, maka biasanya diikuti oleh ayat yang berorentasi pada kerja
dengan muatan ketaqwaan, di antaranya, “keluarkanlah sebagian dari apa yang
telah kami anugerahkan kepada kamu”, “janganlah kamu ikuti/rusakkan
sedekah-sedekah (yang telah kamu keluarkan) dengan olokan-olokan dan kata-kata
yang menyakitkan” ; “wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada
Allah”.[6]
Keterkaitan ayat-ayat tersebut memberikan pengertian bahwa taqwa
merupakan dasar utama etos kerja, apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka taqwa
merupakan petunjuknya. Memisahkan kerja dengan iman berarti mengucilkan Islam
dari aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada wilayah kemaslahatannya
sendiri, bukan dalam kaitannya perkembangan individu, kepatuhan dengan Allah,
serta pengembangan umat manusia.
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etos yang
harus diikutsertakan di dalamnya, oleh karena kerja merupakan bukti adanya iman
dan parameter bagi pahala dan siksa. Hendaknya para pekerja dapat meningkatkan
tujuan akhir dari pekerjaan yang mereka lakukan, dalam arti bukan sekedar
mencari upah dan imbalan, karena tujuan utama kerja adalah demi memperoleh
keridhaan Allah SWT sekaligus berkhidmat kepada umat. Prinsip inilah yang
terutama dipegang teguh oleh umat Islam, sehingga hasil pekerjaan mereka
bermutu dan monumental sepanjang zaman.
Etos kerja yang disertai dengan ketaqwaan merupakan tuntunan Islam.
Hal ini telah dipratikkan oleh umat Islam pada masa yang gemilang, ketika Islam
mampu mendominasi dunia kerja dan mempengaruhi hati manusia sekaligus. Sehingga
seluruh aktifitas umat Islam tidak lepas
dari nilai-nilai keimanan.[7]
2. Niat (komitmen)
Pembahasan mengenai pandangan Islam tentang etos kerja barang kali
dapat dimulai dengan usaha menangkap makna sedalam-dalamnya sabda Nabi yang
amat terkenal bahwa nilai setiap bentuk kerja itu tergantung kepada niat-niat
yang dipunyai pelakunya, jika tujuannya tinggi (tujuan mencari ridha Allah)
maka iapun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah
(hanya bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka), maka setingkat
tujuan itu pulalah nilai kerjanya tersebut.[8]
Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang sesuai dengan
dengan tinggi rendah nilai komitmen yang dimilikinya. Dan komitmen atau niat
adalah suatu bentuk pilihan dan keputusan pribadi yang dikaitkan dengan sistem
nilai (value system) yang dianutnya. Oleh karena itu komitmen atau niat
juga berfungsi sebagai sumber dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan
sesuatu dengan sunggguh-sungguh.
Telah dikatakan bahwa niat atau komitmen ini merupakan suatu
keputusan dan pilihan pribadi, dan menunjukkan keterikatan kita kepada
nilai-nilai moral serta spiritual dalam pekerjaan kita. Karena nilai-nilai
moral dan spiritual itu bersumber dari Allah dengan ridha atau perkenan-Nya,
maka secara keagamaan semua pekerjaan dilakukan dengan tujuan memperoleh
ridho dan perkenan Allah itu. Oleh
karena itu, sebaiknya diberi penegasan bahwa pekerjaan yang dilakukan tanpa
tujuan luhur yang terpusat pada usaha mencapai ridho Allah berdasarkan iman
kepadanya itu adalah bagaikan fartamurgana. Yakni, tidak mempunyai nilai-nilai
atau makna yang suptansial apa-apa.
[1]
Departeman Agama R I, Op Cit, hlm. 933.
[2]
Ibid, hlm. 298.
[3]
Jalaluddin Abdul Rahman as-Suyuthi, Jami’us Shaghir, Al-ma’arif,
Bandung, tt., hlm. 48.
[4]
K.H. Toto Tasmara, Op Cit, hlm. 2.
[5]
Syahrin Harahab, Islam Dinamis, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996, hlm.
110.
[6] DR. Abdul Aziz Alkhayyat, Op.
Cit, hlm. 28.
[7]
DR. Abdul Aziz Alkhayyat, Op Cit, hlm. 29.
[8] Nurcholish
Madjid, Op. Cit, hlm. 412.
0 Response to "Dalil (dasar) Tentang Etos Kerja"
Post a Comment
sumonggo tinggalkan salam