Embrio organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berakar dari kongres ke-3 IPNU pada 27-31 Desember 1958 dengan pembentukan Departemen Perguruan Tinggi IPNU, mengingat banyak mahasiswa yang menjadi anggotanya. Pemikiran ini sebenarnya sudah terlontar pada Kongres ke-2 di Pekalonganc, tetapi kondisi IPNU sendiri yang masih perlu pembenahan menyebabkan ide ini belum ditanggapi secara serius.
1960-1961 Mahbub Junaidi
1961-1963 Mahbub Junaidi
1963-1967 Mahbub Junaidi
1967-1970 M Zamroni
1970 -1973 M Zamroni
1973-1976 Abduh Paddare
1977-1981 Ahmad Bagdja
1981-1984 Muhyiddin Arubusman
1985-1988 Suryadharma Ali
1988-1991 M Iqbal Assegaf
1991-1994 Ali Masykur Musa
1994-1997 Muhaimin Iskandar
1997-2000 Syaiful Hari Anshori
2000-2002 Nusron Wahid
2003-2005 Malik Haramain
2005-2007 Hery Herianto Azumi
2008-2011 Rodli Kaelani
2011-2013 Adin Jauharuddin
2014-2016 Aminuddin Ma'ruf
Mengapa organisasi yang baru dibentuk itu menggunakan nama “PMII” , dikalangan peserta musyawarah mahasiswa terlontar beberapa pemikiran yaitu:
Pertama: Seperti pola pemikiran kalangan mahasiswa pada umumnya yang diliputi oleh pemikiran bebas.
Kedua: Berfikir taktis demi masa depan organisasi yang akan dibentuk, karenanya untuk merekrut anggota harus memakai pendekatan ideologi Aswaja.
Ketiga: Inisial NU tidak perlu dicantumkan dalam nama organisasi yang akan didirikan itu.
Keempat: Manivestasi nasionalisme sebagai semangat kebangsaan, karenanya Indonesia harus jelas dicantumkan.
Biarpun dikalangan peserta musyawarah tidak menampakkan persaingan yang tajam soal nama organisasi yang kan dibentuk itu, tetapi ditetapkannya nama PMII harus melalui proses seleksi di dalam musyawarah tsb.
Kendati mereka menyadari bahwa organisasi yang akan mereka lahirkan itu adalah sebagai organisasi kader Partai NU, namun mereka pada umumnya menghendaki bahwa nama “NU” tidak perlu dicantumkan. Mereka menyepakati bahwa nama organisasi yang akan dibentuk itu tidak terlepas dari unsur-unsur pemikiran sebagai berikut:
1. Menunjukkan adanya kedinamisan sebagai organisasi mahasiswa, terutama suasana pada saat itu sedang diliputi oleh isu Nasional, yaitu semangat revolusi.
2. Menampakkan identitas keislaman, sekaligus sebagai penerus paham Islam Ahluss Sunnah Wal Jama’ah
3. Memanifestasikan Nasionalisme sebagai semangat kebangsaan, karenanya nama “Indonesia” harus jelas tercantum.
Mengenai nama PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) itu sendiri, adalah usulan dari delegasi Bandung dan Surabaya yang mendapatkan dukungan dari utusan Surakarta. Sementara delegasi dari Yogjakarta mengusulkan nama “Perhimpunan/Persatuan Mahasiswa Ahlussunnah Waljama’ah” dan nama “Perhimpunan Mahasiswa Sunny”. Sedangkan utusan dari Jakarta mengusulkan nama “IMANU” (ikatan mahasiswa nahdlatul Ulama).
Akhirnya forum menyetujui nama “PMII”, singkatan dari “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”, setelah melalui beberapa perdebatan, Apakah PMII itu singkatan dari “Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia”, atau “Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia?”. Ternyata permasalahannya mengerucut pada haruf “ P ”. Kemudian atas dasar pemikiran bahwa sifat mahasiswa itu diantaranya harus aktif, dinamis atau bergerak (movement). Selanjutnya mendapat awalan “Per” dan akhiran “an”, maka disepakati huruf “P” kependekan dari “Pergerakan”.
Makna “Pergerakan” yang terkandung dalam PMII adalah Dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan rahmat bagi alam sekitarnya.
Dalam konteks individual, komunitas maupun organisatoris, kiprah PMII harus senantiasa mencerminkan pergerakannya menuju kondisi yang labih baik sebagai perwujudan tanggung jawabnya memberi rahmat pada lingkungannya.
“Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan potensi kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada didalam kualitas ke khalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” yang terkandung dalam PMII adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri.
Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan akademis, insan sosial dan isan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, tanggung jawan intelektual, tanggung jawab sosial kemasyarakatan dan tanggung jawab individu baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan Negara.
Pengertian “Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan paradigma ahlussunnah waljama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Isalam secara proporsional antara Iman. Islam dan Ihsan yang di dalam pola pikir dan pola perilakunya tercermin sifat-sifat selektif, akomodatif dan integratif.
Pengertian “Indonesia” yang terkandung dalan PMII adalah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 1945 dengan kesadaran kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang di ikat dengan kesadaran wawasan Nusantara.
Secara totalitas PMII sebagai organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan melahirkan kader-kader bangsa yang mempunyai integritas diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT dan atas dasar ketaqwaannya berkiprah mewujudkan peran ketuhanannya membangun masyarakat bangsa dan negara Indonesia menuju suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam ampunan dan ridlo Allah SWT)
Sedangkan pengertian Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah yang menjadi paham organisasi adalah Islam sebagai universalitas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut dapat dijabarkan kedalam tata Aqidah, Syariah, dan Tasyawuf. Dalam bidan Aqidah mengikuti paham Al-Asya’ari dan Al-Maturidi, dalam bidang syariah mengikuti salah satu mazhab empat yaitu: Syafi’I, Maliki, Hambali dan Hanafi. Sedang dalam bidang Tasawuf, mengikuti Imam Juned Al-Bagdadi dan Imam Al-Gozali. Masing-masing ketiga aspek itu dijadikan paham organisasi PMII dengan tanpa meninggalkan wawasan dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah serta perilaku sahabat Rasul. Aspek Fiqih diupayakan penekanannya pada proses pengambilan hukum, yaitu Ushul Fiqih dan Qoidah Fiqih, bukan semata-mata hukum itu sendiri sebagai produknya. (lihat NDP PMII).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa para mahasiswa nahdliyin sebenarnya dari segi cara berfikir tidak jauh berbeda dengan mahasiswa pada umumnya, yang menghedaki kebebasan. Sedangkan dalam bertindak cendrung anti anti kemapanan, terlebih jika kelahiran PMII itu dihubungkan dengan tradisi keagamaan di kalangan NU, misalnya bagi putra-putri harus berbeda/dipisah organisasi, PMII justru keluar dari tradisi itu. Fenomena ini barangali termasuk hal yang patut mendapat perhatian bagi perkembangan pemikiran ahlussunnah wal-jama’ah.
Adapun susunan pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1960. Seperti diketahui, bahwa PMII pada awal berdirinya merupakan organisasi mahasiswa yang dependen dengan NU , maka PP. PMII dengan surat tertanggal 8 Juni 1960 mengirim surat permohonan kepada PBNU untuk mengesahkan kepengurusan PP PMII tersebut. Pada tanggal 14 Juni 1960 PBNU menyatakan bahwa organisasi PMII dapat diterima dengan sah sebagai keluarga besar partai NU dan diberi mandat untuk membentuk cabang-cabang di seluruh Indonesia, sedang yang menandatangani SK tersebut adalah DR. KH. Idham Chalid selaku ketua Umum PBNU dan H. Aminuddin Aziz selaku wakil sekretaris jendral PBNU).
Musyawarah mahasiswa nahdliyin di Surabaya yang dikenal dengan nama PMII, hanya menghasilkan peraturan dasar organisasi, maka untuk melengkapi peraturan organisasi tersebut dibentuklsn satu panitia kecil yang diketuai oleh sahabat M. Said Budairi dengan anggota sahabat Chalid mawardi dan sahabat Fahrurrazi AH, untuk merumuskan peraturan rumah tangga PMII. Dalam sidang pleno II PP PMII yang diselenggarakan dari tanggal 8 – 9 September 1960, Peraturan rumah tangga PMII dinyatakan syah berlaku melengkapi paraturan dasar PMII yang sudah ada sebelumnya).
Disamping itu, sidang pleno II PP PMII juga mengesahkan bentuk muts (topi), selempang PMII, adapun lambang PMII diserahkan kepada pengurus harian, yang akhirnya dipuruskan bahwa lambang PMII berbentuk perisai seperti yang ada sekarang (rincian secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran peraturan rumah tangga PMII). Dalam sidang ini pula dikeluarkan pokok-pokok aturan mengenai penerimaan anggota baru) sekarang dikenal dengan MAPABA.
Pada tahap-tahap awal berdirinya PMII banyak dibantu warga NU terutama PP LP. Ma’arif NU. Sejak musyawarah mahssiswa nahdliyin di surabaya sampai memberikan pengertian kepada Pesantren-pesantren (perlu diketahui, pada awal berdirinya, di Pondok-pondok Pesantren dapat dibentuk PMII dengan anggota para santri yang telah lulus madrasah Aliyah dan seang mengkaji kitab yang tingkatannya sesuai dengan pelajaran yang diberikan di perguruan tinggi agama). Dengan adanya kebijakan seperti ini ternyata dapat mempercepat proses pengembangan PMII).
Reaksi Terhadap Kelahiran PMII
Seperti telah disebutkan diatas, bahwa PMII lahir atas inisiatif murni dari mahasiswa-mahasiswa nahdliyin yang tergabung dalam Departemen Perguruan Tinggi IPNU, dengan melalui proses yang cukup panjang, sampai pada pelaksanaan Konbes I IPNU di Kaliurang Yogjakarta yang memutuskan akan adanya organisasi mahasiswa Nahdliyin yang terpisah secara struktural dengan IPNU, kemudian ditunujuklah 13 orang dari peserta Konbes untuk menjadi panitia sponsor yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan musyawarah Mahasiswa nahdliyin seluruh Indonesia. Maka pada tanggal 14-16 April 1960 di Sekolah Mu’alimat NU Wonokromo Surabaya diselenggarakan musyawarah mahasiswa nahdliyin se Indonesia. Hadir dalam musyawarah itu perwakilan mahasiswa nahdliyin dari Jakarta, Bandung, Yogjakartam Semarang, Surabaya, Malang, Makasar, dan Surakarta. Serta perwakilan dari Senat-senat mahasiswa Perguruan tinggi NU.
Kendatipun kelahiran PMII itu murni atas inisiatif mahasiswa-mahasiswa nahdliyin, ternyata di kemudian hari masih saja menimbulkan masalah, setidak-tidaknya bagi organisasi mahasiswa yang sudah ada, seperti HMI sempat mengalami kegoncangan internal, sebab para anggotanya yang berasal dari mahasiswa nahdliyin akan keluar dari HMI, kemudian bergabung menjadi anggota PMII. Kegoncangan dalam tubuh HMI itu dapat dilihat pada level pengurus tingkat pusat, diantaranya Ketua Umum PP PMII Mahbub Junaidi, Fahrurrazi dan Darto Wahab di pecat dari keanggotaan HMI. Masalahnya adalah bahwa HMI menganggap organisasinya itu sudah menampung seluruh paham keagamaan, kemudian muncul PMII, maka tidak heran kalau HMI menganggap kelahiran PMII itu sebagai sparatis. Walaupun menurut Tolchah Mansoer “Mengapa PMII itu lahir?” karena HMI yang mengklaim dirinya sebagai satu-satunya organisai mahasiswa Islam sudah tidak lagi mampu berdiri diatas semua golongan.
Misalnya di Yogjakarta kegoncangan itu terjadi bersamaan dengan disidangkannya Syaiful Mujab oleh Pengurus HMI Cabang Yogjakarta, yang kemudia ia dipecat dari keanggotaan HMI.) demikian juga tuduhan-tuduhan “Pemecah belah mahasiswa Islam” selalu dialamatkan kepada Tolchah Mansoer dan Ismail Makky, dua orang mantan pengurus HMI cabang Yogjakarta).
Walaupun perlakuan HMI seperti itu, tidak membuat PMII, khususnya Mahbub Junaidi sebagai Ketua Umum PP.PMII harus membalas dendamnya pada saat HMI nyaris dibubarkan pemerintah menjelang meletusnya G.30S/PKI, malah justru sebaliknya Mahbub membela HMI dari kepunahannya.
Mengingat PMII dalam posisi disudutkan terus-menerus dengan tuduhan pemecah belah persatuan mahasiswa Islam dan pemecatan yang dikenakan kepadanya, Mahbub memprakarsai adanya pertemuan antara PMII dan HMI, yaitu upaya cease fire. Pertemuan itu diadakan satu bulan setelah pengangkatan Mahbub sebagai Ketua Umum PP.PMII. Dengan pertemuan itu diharapkan tidak perlu lagi ada ribut-ribut dan main pecat, sebab PMII bagaimanapun sudah lahir dan tidak mungkin dicegah lagi, apalgi yang mencegah itu hanya HMI. Oleh karena itu kahadiran PMII harus diterima sebagaimana adanya. PMII ya PMII, HMI ya HMI, dua organisasi kemahasiswaan ini hendaknya berdamai seperti halnya HMI bisa sejalan dengan organisasi-organisasi yang lainnya.
Reaksi lainnya timbul dari kalangan para Kiai atau mereka yang berpandangan pada tradisi keagamaan di dalam NU. Pandanga itu adalah bahwa antara putra dan putri harus dipisahkan, tidak boleh satu wadah, seperti IPNU dan IPPNU. Sedangkan oranisasi PMII justru menyatukan antara putra dan putri.
Reaksi itu semakin keras ketika acara resepsi pada Kongres II PMII di Yogjakarta tahun 1963, dalam acara resepsi itu ditampilkan hiburan group musik dengan para penyanyi perempuan. Peristiwa itu telah membuat tidak senang para Kiai dan hadirin yang berpandangan tradisional. Akibatnya PMII mendapat teguran dari PB.NU. Akan tetapi berkat ketulusan dan argumentasi yang baik dari PMII, akhirnya bisa meyakinkan semua pihak, terutama para Kiai, bahkan Subchan ZE yang menandatangani surat teguran PB.NU itu sangat mengerti dan memahami apa yang dikehendaki PMII. Kenyataan itu terus berlanjut sampai sekarang).
Kurang lebih satu tahun sejak berdirinya PMII di Surabaya sampai dengan kongres I PMII di Tawangmangu Surakarta Jawa Tengah, PMII masih mempunyai 13 cabang, yaitu:
1. Cabang Yogjakarta
2. Cabang Surakarta
3. Cabang Semarang
4. Cabang Bandung
5. Cabang Jakarta
6. Cabang Ciputat
7. Cabang Malang
8. Cabang Makasar / Ujungpandang
9. Cabang Surabaya
10. Cabang Banjarmasin
11. Cabang Padang
12. Cabang Banda Aceh
13. Cabang Cirebon
Satu tahun sejak lahir (1960-1961), Mahbub Junaidi ditunjuk sebagai ketua umum, selama satu tahun itu, Mahbub dkk mempersiapkan konsepsi, konsolidasi, memperkenalkan sosok organisasi yang baru dibentuk ini, baik ke dalam maupun keluar dan mempersiapkan pelaksanaan Kongres pertama.
Kongres I PMII berlangsung pada bulan Desember 1961 di Tawangmangu Surakarta Jawa Tengah dan memilih kembali sahabat Mahbub Junaidi sebagai Ketua Umum PP PMII untuk periode 1961-1963, dengan susunan pengurus PP PMII sebagai berikut:
SUSUNAN PP PMII PERIODE 1961-1963
Ketua Umum: Mahbub Junaidi
Ketua I: A. Chalid Mawardi
Ketua II: M. Zamroni BA
Sekretaris Umum: M. Said Budairi
Sekretaris I: Chatibul Umam
Keuangan I: Arif Amnan
Departemen-Departemen:
Dep. Pendidikan/Pengajaran: Imam Mawardi Zaini BA
Dep. Penerangan/Publikasi: Harus Al-Rasyid
Dep. Kesenian/Kebudayaan: M. Darto Wahab
Dep. Olah Raga: Abdurrahman R
Dep. Kesejahteraan Mahasiswa: Abd. Majid Thayyib
Dep. Keputrian: Enny Suhaeni
Dep. Luar Negeri: M. Ramlan Ahmad Arif
Pembantu Umum: Fahrurrazy AH, TB. Abbas Saleh Ma’mun
Dalam usia yang relatif masih muda, PP PMII disamping secara intensif melakukan konsolidasi kedalam untuk pembenahan dan pengembangan organisasi, juga secara aktif terlibat dalam dunia kemehasiswaan dan kepemudaan:
1. Bersama-sama dengan organisasi pemuda dan mahasiswa Islam lainnya turut aktif dalam wadah PORPISI (persatuan organisasi pemuda Islam indonesia). Dalam wadah yang bersifat konfederatif ini PP PMII diwakili oleh Sekjen yaitu Sahabat Said Budairi.
2. Sejalan dengan iklim politik yang berkembang saat itu, bahwa segenap organisasi massa dan organisasi politik harus bergabung dalam wadah Front Nasional. PB Front nasional dengan suratnya tertanggal 22 Maret 1962 Nomor : 046/0/pbfn/III/62 menyatakan menerima PB PMII bergabung dengan Front Nasional.
3. Demikian juga dalam organisasi PPMI (Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia) suatu organisasi konfederasi organisasi mahasiswa ekstra universitas, PMII masuk dalam jajaran persedium.
4. PMII bersama-sama dengan lima organisasi mahasiswa lainnya menanggapi pengumuman Presiden Sukarrnoe tentang akan dibentuknya departemen perguruan tinggi dan ilmu pengetahuan pada tanggal 3 Maret 1961. PMII mengirimkan pokok-pokok pikiran tentang syarat-syarat yang harus dipunyai oleh seorang menteri dimaksud. Usulan tersebut diterima oleh Presiden Soekarnoe dengan baik. Terbukti dengan terpilihnya Mr. Iwa Kusumasumantri, yang sebelumnya menjabat sebagai Rektor Universitas Pajajaran Bandung.
5. Awal April 1961 Menteri P dan K (sekarang Depdikbud) yakni Priyono dan komisi J DPR GR melalui kantor berita Antara mengumumkan rencana peraturan pemerintah mengenai larangan bagi Fak. Ekonomi dan Fak. Sosial Politik melakukan afiliasi dibidang ilmu pengetaguan kecuali dengan perguruan tinggi dari negara sosialis. Menanggapi rencana ini PMII mengeluarkan pernyataan “Menolak Rencana Pemerintah Tersebut”, karena menurut anggapan PMII, rencana tersebut akan mempengaruhi politik luar negeri Indonesia yang bebas dan atkif. Kenyataannya pemerintah membatalkan rencana tersebut.
6. Kongres PMII yang ke II di Kaliurang Yogjakarta pada tanggal 25-29 Desember 1963 yang dihadiri 31 Cabang PMII, 18 buah cabang diantaranya merupakan cabang baru, antara lain:
1. Cabang Menado
2. Cabang Tulungangung
3. Cabang Serang
4. Cabang Jambi
5. Cabang Ambon
6. Cabang Jember
7. Cabang Purwokerto
8. Cabang Palembang
9. Cabang Medan
10. Cabang Martapura
11. Cabang Sibolga
12. Cabang Kudus
13. Cabang Bogor
14. Cabang Pematang siantar
15. Cabang Curup (Bengkulu)
16. Cabang Tasikmalaya
17. Cabang Kediri
18. Cabang Amuntai
Dalam Kongres II ini PMII mengeluarkan pokok-pokok pikiran antara lain:
1. PenegasanYogjakarta, sebuah tekad PMII untuk selalu berpihak kepada amanat penderitaan rakyat. Dll.
2. Tentang perlunya penyelenggaraan Konprensi Islam Asia Afrika, Tentang perlunya kerjasama Internasional, ukhuwah islamiyah, serta pernyataan bahwa PMII siap melaksanakan pernyataan itu tanpa reserve.
Dalam Kongres II ini Sahabat Mahbub Junaidi terpilih kembali sebagai Ketua Umum didampingi sahabat Harun Al-Rasyid sebagai sekjen yang baru.
SUSUNAN PENGURUS PUSAT PMII
( Periode 1963 – 1967 )
Ketua Umum: H. Mahbub Junaidi
Ketua Satu: H. Chalid Mawardi
Ketua Dua: H. Zamroni BA
Sekretaris Umum: H. Harun Al-Rasyid
Sekretaris Satu: H. Chatibul Umam BA
Sekretaris Dua: Azwar Tias
Bendahara Satu: Arif Amnan, BA
Bendahara Dua: RT.Naksabandiyah Hatar
Departemen-departemen:
Pendidikan dan Pengajatan: Abd. Rahman Saleh BA
Penerangan dan Publikasi: Abd. Hamid Jalil BA
Kesejahteraan Mahasiswa: Abd. Majid Toyib
Kesenian,Kebudayaan & Olah Raga: RS. Munara
Keputrian: Eny Suchaeni, Bsc
Luar Negeri: HM. Said Budairy
Pembantu Umum: Drs. H. Isma’il Makky, Drs. H. Fachrurrazi AH
Dibidang kesejahteraan anggota PP PMII membentuk yayasan Jakmindo-sebuah yayasan kesejahteraan mahasiswa Indonesia-bergerak dibidang sosial yang dipimpin oleh sahabat Abd. Majid Toyib dengan beberapa aktivitas antara lain:
1. Mendirikan asrama-asrama mahasiswa
2. Membentuk club-club olah raga
3. Menerbitkan buku-buku, Majalah dan Brosur-brosur
4. Memberikan bea siswa dan lain-lain
Kegiatan-kegiatan PMII dibidang kepemudaan dan kemahasiswaan yang berskala Internasional, antara lain:
1. HM. Said Budairi Selaku sekretaris Umum PMII, pada bulan September 1960 mewakili PMII dalam konprensi pembentukan panitia Internasional Furum Pemuda sedunia di Moskow (constitutuent meeting for the youth forum). Sepulangnya dari Moskow, singgah di Mesirdalam rangka konsolidasi dengan mahasiswa NU yang tergabung dalam KMNU (keluarga mahasiswa NU) yang merupakan cabang istimewa PMII di luar negeri.
2. Pada bulan Juni 1961, ketua satu PP PMII diwakili oleh sahabat Chalid Mawardi berangkat ke Moskow untuk menghadiri forum Pemuda sedunia.
3. Sebagai anggota WAY – Indonesia (word assembly of youth – organisasi pemuda sedunia) PMII mengirin ketua cabang PMII Yogjakarta sahabat Munsif Nahrowi dalam kegiatan seminar pemuda sedunia di Kuala Lumpur Malaysia pada bulan September 1962.
4. Pada bulan Oktober 1962 sekretaris Umum PMII sahabat Harun Al-Rasyid berangkat ke Helsingky Finlandia, mewakili pemuda Indonesia dalam rangka menghadiri festival pemuda Internasional.
Hal ini membuktikan bahwa PMII bukan organisasi “sempalan” dari organisasi mahasiswa yang lebih dulu ada, tetapi merupakan proses lanjut dari mahasiswa-mahasiswa nahdliyin yang tergabung dalam (departemen PT) IPNU sebagai embrio terbentuknya suatu organisasi mahasiswa secara formal. Dalam perkembangannya PMII banyak dibantu oleh partai NU – dan itu merupakan hal yang wajar – sebab kerjasama antar organisasi mutlak perlu, apalagi salah satu tujuan PMII adalah mengembangkan nilai-nilai pemahaman Islam Ahlussunnah Waljama’ah. Kalau pada akhirnya PMII menyatakan diri sebagai organisasi “independen” hal ini bukan berarti “habis manis sepah dibuang” – seperti yang sering dituduhkan sementara orang – tetapi harus diartikan sebagai tindakan membuka wawasan agar lebih terbuka kemungkinan mencari alternatif dan pematangan diri dalam proses pendewasaannya.
ARTI LOGO PMII
Lambang PMII diciptakan oleh H Said Budairi. Bentuk Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar. Bintang yang bertabur di dalamnya melambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar. Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah SAW dengan empat sahabat terkemuka (al-Khulafaur Rasyidun).
Sedangkan empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhaluan Ahlusunnah wal Jama’ah. Jumlah sembilan bintang dalam lambang itu dapat berati ganda. Pertama, Rasulullah dan empat orang sahabat serta empat orang imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi, dan penerang umat manusia. Kedua, angka itu juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar Agama Islam di Indonesia yang disebut Walisongo.
Adapun warna biru pada tulisan PMII menunjukkan kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan Nusantara.
Biru muda yang menjadi warna dasar perisai sebelah bawah berati ketinggian ilmu pengetahuan, budi pekerti, dan takwa. Sementara kuning sebagai warna dasar perisai bagian atas berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan
0 Response to "SEJARAH, PERANAN DAN ARTI LOGO PMII"
Post a Comment
sumonggo tinggalkan salam