PERILAKU WARGA NU

Soal Ulangan - sahabat soal ulangan pada kesempatan ini kita akan mengkaji tentang Perilaku Warga Nahdlatul 'Ulama dalam bidang Keagamaan, Akidah, Syariat dan Tasawuf. PERILAKU KEAGAMAAN ; Agama Islam bersumber dari wahyu Allah, Alqur’an, yang disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW untuk diteruskan kepada umat manusia, demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sebelum Rasulullah wafat, Islam telah dinyatakan oleh Allah SWT. Sebagai agama yang sempurna sebagaimana firman-Nya;

Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ma’idah [4]: 3)

Islam yang sudah sempurna sebagaimana dimaksudkan di atas, sesunggunnya sama juga dengan yang dinyatakan oleh rumusan Nabi ketika menerangkan Ahlussunnah wal Jamaah

Kesempurnaan Islam tidak berarti bahwa segala hal diterangkan secara terperinci dan ketat (kaku), tetapi justru kesempurnaan Islam itu tercermin dari dua cara pemberian pedoman, ada yang secara terperinci dan ada yang hanya dijelaskan prinsip-prinsipnya saja dan harus dikembangkan oleh umat Islam sendiri. Dengan demikian, maka Islam akan selalu relevan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, Islam yang telah disempurnakan pada zaman Rasulullah dan para sahabatnya adalah Islam yang benar-benar sempuna, standar dan baku yang harus dipegang sepanjang masa. Islam yang standar, baku, harus dikembangkan secara terkendali, supaya kemurnian dan kelurusannya dapat menjawab permasalahan baru yang selalu muncul sepanjang zaman. 

Demikian juga, Islam adalah agama pembawa rahmat bagi seluruh semesta alam. Islam tidak hanya sebagai rahmat bagi pengikutnya, akan tetapi bagi seluruh manusia bahkan kepada semua binatang, tetumbuhan, dan seluruh isi alam semesta. Dari sinilah, maka Islam yang dikembangkan oleh Aswaja adalah Islam yang damai, Islam yang toleran, Islam yang ramah kepada apa saja dan siapa saja. Jika ada umat Islam yang mengaku mengikuti paham Aswaja, akan tetapi senang melakukan kebencian, permusuhan, kekerasan, dan apapun yang bertentangan dengan Islam sebagai agama pembawa rahmat, maka dengan sendirinya telah keluar dari paham Aswaja. 

Dari sinilah, dalam bidang keagamaan Aswaja mengembangkan sikap sebagai berikut:\

a. Sikap Tawasuth dan I’tidal 
Sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengahtengah kehidupan bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharuf (ekstrim). 

b. Sikap Tasamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan. 

c. Sikap Tawazun 
Sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan khidmah kepada Allah I, khidmah kepada sesama manusia, serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. 

d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan beragama; serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.

Inilah sikap-sikap keagamaan yang dianut oleh NU yang dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan dasar-dasar inilah, maka perilaku keagamaan warga NU sangat mementingkan kedamaian, keserasian, dan keharmonisan di dalam masyarakat. Namun, sebelum mendamaikan masyarakat, maka ia harus mampu mendamaikan dirinya terlebih dahulu. Mendamaikan hatinya dari segala kebencian, kedengkian, permusuhan, dan sikap-sikap yang tidak seharusnya dilakukan. Setelah mendamaikan dalam dirinya, warga NU harus berdamai dengan Allah dengan menghamba kepadaNya, dengan sesama manusia dengan hal-hal yang bermanfaat bagi semuanya, dan dengan lingkungannya. Warga NU selalu damai di hati dan damai di bumi. Dengan berdamai dan mendamaikan seluruh isi bumi, maka seluruh isi langitpun akan berdamai dan mendamaikan seluruh isi bumi. 

Oleh sebab itu warga NU di mana saja dan kapan saja harus bisa memberikan rahmat kepada apa saja dan siapa saja. Dengan kata lain, warga NU harus bisa memayu hayuning bawana atau rahmatan lil ‘alamin, sebagai perilaku keagamaannya.  

PERILAKU AKIDAH Jam’iyyah Nahdlatul Ulama sebagai penganut Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah sepanjang sejarahnya berusaha melestarikan, membela, dan mengembangkan Islam yang beraliran Ahlussunnah wal Jamaah. Golongan Ahlussunnah wal Jamaah adalah kaum yang menganut i’tiqad dan amaliyah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. I’tiqad dan amaliah tersebut termaktub dalam Alqur’an dan Hadis secara terpisah-pisah, belum tersusun secara rapi dan teratur, yang kemudian dihimpun dan dirumuskan oleh seorang ulama besar Syeikh Abu Hasan al-Asy’ari (260 H – 324 H). Hasil rumusan itu diwujudkan berupa kitab tauhid yang dijadikan pedoman bagi kaum Ahlussunnah wal Jamaah. Karena itu kaum Ahlussunnah wal Jamaah disebut juga kaum “Asy’ariyah” yang dikaitkan dengan nama tokohnya tersebut. Menurut rumusan Imam Al-Asy’ari dalam bidang aqidah meliputi enam perkara yang lebih dikenal dengan rukun iman, yaitu: Iman kepada Allah, Malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, Hari Akhir, dan iman kepada Qadla dan Qadar Allah.

Secara lebih rinci rumusan aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah yang perlu diketahui sebagai berikut:Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna sebagaimana dijelaskan dalam Alqur’an dan Hadis, yaitu sifat wajib yang jumlahnya 20, sifat mustahil jumlahnya 20, dan sifat jaiz ada 
  1. Yang dimaksud sifat wajib bagi Allah adalah sifat-sifat yang harus ada pada zat Allah SWT. Sedangkan sifat mustahil bagi Allah adalah sifat-sifat yang tidak mungkin ada pada zat Allah. Sifat jaiz bagi Allah, artinya Allah itu boleh melakukan sesuatu atau meninggalkannya
  2. Beriman terhadap hal-hal yang ghaib sebagaimana diterangkan dalam nash Alqur’an dan Hadis. Misalnya, azab kubur, nikmat kubur, mahsyar, mizan, shirath, ba’ats, surga, neraka, arasy, lauh mahfudh, dan lainnya. Para ahli kubur dapat memperoleh manfaat atas amal shaleh yang dihadiahkan kepadanya, seperti bacaan Alqur’an, zikir, sedekah dan lainnya. Ziarah kubur orang mukmin sunnah hukumnya dan mendapat pahala jika dilakukannya. 
  3. Berdo’a kepada Allah secara langsung atau dengan wasilah/ bertawassul (perantara) sunah hukumnya dan diberi pahala bila dikerjakan. 
  4. Nabi Muhammad SAW memberi syafa’at kepada orang beriman kelak di alam akhirat. 
  5. Orang beriman yang berdosa dan mati sebelum bertaubat, nasibnya di akhirat terserah Allah. Jika berkenan diampuni karena  rahmat-Nya, atau memperoleh syafaat Nabi Muhammad , atau disiksa karena keadilannya namun jika disiksa tidak bersifat kekal. 
  6. Anak-anak orang yang kafir jika mati dalam usia belum baligh dimasukkan dalam surga. 
  7. Rejeki, jodoh, ajal, semuanya telah ditetapkan pada zaman azali. Perbuatan manusia telah ditakdirkan Allah . akan tetapi manusia wajib berikhtiar untuk memilih amalnya yang baik. 
  8. Masjid di seluruh dunia derajatnya sama, kecuali tiga masjid derajatnya melebihi dari yang lainnya, yaitu Masjid al-Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Aqsa di Palestina. 
  9. Berziarah ke makam para nabi, wali Allah, orang-orang shaleh, kedua orang tua dan kerabat, hukumnya disunnahkan. 
  10. Beriman sepenuhnya bahwa berobat dengan cara membaca doadoa dan bacaan Alqur’an dapat bermanfaat sebagaimana dilakukan pada masa Nabi. 
  11. Bertawasul dan istighasah kepada nabi atau para wali Allah hukumnya boleh dan sunah. 
  12. Beriman sepenuhnya terhadap mukjizat para nabi, keramat para wali, maunah orang-orang shaleh, dan istidraj bagi orang-orang ahli maksiat (durhaka). 
  13. Allah  adalah satu, baik dalam zat-Nya, sifat-Nya maupun perbuatan-Nya. 
  14. Kaum Ahlussunnah wal Jamaah yakin bahwa Nabi Muhammad  adalah makhluk yang paling mulia, kemudian para rasul dan orang-orang yang beriman. 
  15. Beriman sepenuhnya pada berkah Allah yang diletakkan pada tempat dan benda-benda tertentu seperti, makam Ibrahim, Babussalam, Hijir Ismail, Sumur Zam-zam, Raudhah dan air bekas wudu’ Nabi, Jubah Nabi, rambut Nabi, serta ayat-ayat Alqur’an. 
  16. Surga dan neraka serta penduduknya akan kekal selama lamanya. Allah mengekalkan agar manusia merasakan kenikmatan dari hasil amalnya dan bagi yang berdosa dapat merasakan siksa selamanya.
  17. Bid’ah ada dua macam, yaitu bid’ah hasanah (sesuatu yang tidak ada pada masa nabi tetapi dipandang baik) dan bid’ah “dlolalah” (sesuatu yang tidak ada pada masa nabi dan dianggap sesat). 
  18. Orang mukmin dapat menjadi kafir kembali (riddah) apabila melakukan hal-hal berikut ini:    
  19. Ragu-ragu terhadap adanya Allah, kerasulan Nabi Muhammad , wahyu Alqur’an, hari Kiamat dan hari akhirat, serta alam ghaib lainnya. 
  20. Berkeyakinan bahwa Allah tidak mempunyai sifat-sifat yang sempurna sepeti ’ilmu, hayat, sama’, bashar, kalam, dan lainnya. 
  21. Beritikad bahwa Allah disamakan seperti manusia yaitu bermata, bertelinga, bermulut, bertangan, dan sebagainya.
  22. Menghalalkan hal-hal yang oleh syariat Islam diharamkan dengan jelas. Sebaliknya, mengharamkan hal-hal yang disyariatkan Islam sebagai halal. 
  23. Mengingkari suatu bentuk amaliah ibadah yang telah diwajibkan oleh syari’ah Islam. 
  24. Mengingkari Alqur’an, meskipun hanya sebagian kecil dari ayat-ayatnya. 
  25. Mengingkari keutamaan sahabat nabi yang empat (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib ). 
  26. Mengitikadkan akan ada rasul sesudah Nabi Muhammad . Demikian di antara prinsip-prinsip akidah Ahlussunnah wal Jamaah dalam masalah tauhid yang harus diyakini dengan benar. Yang disebutkan di atas merupakan bagian kecil dari pokok-pokok akidah yang terhimpun dari kitab-kitab tauhid. Namun yang tercantum di atas, kiranya dapat menjadi bekal dasar bagi kita dalam taraf belajar untuk melangkah lebih jauh dalam mempelajari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.

PERILAKU DI BIDANG SYARI’AH 
Dalam bidang syariah (fiqih, hukum Islam) kaum Ahlussunnah wal Jamaah berpedoman pada empat imam madzhab, yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali. Namun Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang berhaluan Islam Ahlussunnah wal Jamaah di kalangan pengikutnya sebagian besar mengikuti madzhab Syafi’i. Beberapa hal yang membedakan golongan Ahlussunnah wal Jamaah dengan kelompok umat Islam yang lain, yaitu. 
  1. Berpegang teguh pada nash Alqur’an dan Hadis. 
  2. Memuliakan Ahlul Bait dan para sahabatnya. 
  3. Berpegang teguh pada amaliah para sahabat Nabi Muhammad  terutama para Khulafaur Rasyidun. 
  4. Mengambil pendapat ulama yang terbanyak (jumhur ulama) jika terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. 
  5. Berpegang teguh pada ijma’ ulama terhadap hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama. 
  6. Mengikuti pendapat Imam Mujtahidin yang mu’tamad jika tidak mampu berijtihad. Sedangkan hal yang menjadi keyakinan Ahlussunnah Wal Jamaah dalam hukum syariah yang perlu diketahui, di antaranya yaitu.

  1. Membaca shalawat berarti menjalankan perintah Allah dan rasulNya. Keutamaan membaca shalawat dalam berdoa menyebabkan terkabulnya doa tersebut bila didahului dengan bacaan shalawat. 
  2. Membaca shalawat di manapun kita berada akan sampai pada Nabi Muhammad  dan memperoleh pahala dari bacaannya. 
  3. Menyentuh dan membawa Alqur’an harus suci dari hadats kecil dan hadats besar. 
  4. Menyentuh wanita yang bukan mahram hukumnya membatalkan wudlu. 
  5. Hewan anjing dan babi adalah najis dan haram dimakan. 
  6. Berdoa dengan bertawasul dapat dibenarkan berdasarkan Alqur’an dan Hadis. 
  7. Mengawali shalat dengan membaca “Ushalli” disunnahkan. 
  8. Membaca “Sayyidina” ketika menyebut nama Nabi Muhammad  disunnahkan. 
  9. Membaca “al-Barzanji” dan manakib Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani disunnahkan.
  10. Membaca tahlil, shalawat, surat Yasin, disunnahkan. 
  11. membaca doa qunut pada shalat subuh disunnahkan. 
  12. Membaca Alqur’an di kuburan dibolehkan dan disunnahkan. 
  13. Membaca surat al-Fatihah, dimulai dengan “Bismillahirrahmanirrahim” sebagai ayat yang pertama. 
  14. Shalat Idul Fitri dan Idul Adha lebih utama dikerjakan di masjid, boleh dilakukan di tanah lapang apabila semua masjid sudah tidak menampung jamaah lagi. 
  15. Menghadiahkan pahala doa atau amal lainnya kepada arwah orang mati yang beriman jelas akan sampai kepada yang dituju. 
  16. Setiap membaca ayat Alqur’an, kecuali surat at-Taubah disunnahkan membaca “Basmallah” walaupun di tengah-tengah ayat. 
  17. Mengumandangkan adzan pada hari Jum’at dua kali, disunnahkan. 
  18. Shalat Fardhu yang tertinggal atau lupa tidak dikerjakan, wajib diqadha. 
  19. Mengerjakan shalat sunnah qabliyah dan sunnah ba’diyah pada shalat Jum’at disunnahkan berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim. 
  20. Menetapkan awal Ramadhan harus memakai ru’yat (melihat bulan secara langsung).
  21. Mentalqin mayit yang sudah dikubur boleh dan disunnahkan. 
  22. Berdoa dengan mengangkat kedua tangan disunnahkan 
  23. Memakan makanan pada waktu ta’ziah boleh selama tidak dekat dengan mayit. 
  24. Ziarah kubur hukumnya sunnah bila bertujuan untuk mengambil pelajaran dan mengingat akhirat serta untuk mendoakan orang Islam. 
  25. Adanya nikmat kubur dan siksa kubur adalah benar berdasarkan keterangan nash Alqur’an dan Hadis. Demikian uraian mengenai ajaran Ahlussunnah wal Jamaah dalam bidang syariah, meskipun sangat singkat semoga dapat dijadikan dasar untuk mengetahui tentang madzhab dengan segala aspeknya.

PERILAKU DI BIDANG TASAWUF 
Kaum Ahlussunnah wal Jamaah dalam bidang akhlak atau tasawuf mengikuti dua pemikiran tasawuf yang besar pengaruhnya, yaitu Abu Qasim al-Junaidi dan Imam al-Ghazali. Dalam kitabnya Kimiya’ al-Sa’adah Imam al-Ghazali berkata: “Bahwa tujuan memperbaiki akhlak itu adalah untuk membersihkan hati dan kotoran hawa nafsu dan amarah, sehingga hati menjadi suci bagaikan cermin yang dapat menerima nur cahaya Tuhan”. Hidup dengan kerohanian (sufi) dalam Islam dimulai dari perikehidupan Nabi Muhammad  dan sahabat-sahabatnya yang utama serta kehidupan para nabi yang terdahulu. Nabi Muhammad  pernah bersabda: “Syari’at itu perkataanku, tarekat itu perbuatanku dan hakikat itu adalah kelakuanku”. Dalam ilmu tasawuf dijelaskan bahwa arti tarekat itu adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan Nabi Muhammad  dan dikerjakan para sahabatnya, tabi’in dan tabi’it tabi’in, para ulama, hingga sampai kepada kita.
Jadi orang yang bertasawuf adalah orang yang menyucikan dirinya lahir dan batin dalam suatu pendidikan akhlak (budi pekerti) dengan menempuh jalan (tarekat) atas dasar tiga tingkat, yang menurut imam Abu Al-Qasim al-Junaidi dikenal dengan: takhalli, tahalli dan tajalli, yaitu:
  1. Takhalli Yaitu mengosongkan diri dari sifat-sifat yang tercela baik lahir maupun batin, seperti hasud, tamak, takabur, bakhil, khianat, dusta, cinta harta, cinta dunia, riya’, pemarah (ghadab), dan lainnya. 
  2. Tahalli Yaitu mengisi dan membiasakan diri dengan sifat-sifat terpuji seperti takwa, ikhlas, tawakal, sabar, syukur, khusuk, taubat, amanah, ridla, mahabbah (perasaan cinta Allah semata), dan lainnya. 
  3. Tajjalli Yaitu mengamalkan sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah  seperti: shalat sunah, dzikir, puasa sunah, khalwat (menyendiri untuk ibadah kepada Allah), dan lainnya. Pada umumnya kaum sufi mewajibkan dirinya untuk mengamalkan dzikir kepada Allah  Akibatnya hati mereka selalu tentram, dan Allah memberi jaminan ketenteraman hati kepada orang-orang yang selalu ingat kepada Allah  Kebiasaan hidup para sufi tersebut sebenarnya mengikuti perilaku hidup 


Nabi Muhammad  yang sarat dengan nilai-nilai ibadah dan diikuti pula oleh para sahabat-sahabatnya. Adapun perilaku Nabi Muhammad  sehari-hari yang diikuti oleh sahabatnya itulah yang menjadi aspek-aspek tasawuf, antara lain: 1. Hidup zuhud (tidak cinta keduniawian secara berlebihan) 2. Hidup qanaah (merasa cukup dengan apa yang ada) 3. Hidup taat (melakukan perintah Allah  dan Rasul-Nya serta meninggalkan segala larangan-Nya) 4. Hidup istiqamah (konsekuen, kontinyu, dan tetap beribadah)

0 Response to "PERILAKU WARGA NU"

Post a Comment

sumonggo tinggalkan salam