TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DAN PENDIDIKAN SHOLAT ANAK

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DAN PENDIDIKAN SHOLAT ANAK

Anak merupakan buah hati, tumpuan dan harapan dari keluarga.  Selain itu anak adalah amanat dari Allah yang diberikan  kepada orang tua,  maka islam menugaskan kepada umatnya agar memberikan pendidikan terhadap anaknya,  terutama dalam hal ini adalah pendidikan agama.

Pemeliharaan,  perawatan dan pendidikan anak merupakan sesuatu yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh kedua orang tua,  karna anak merupakan cikal bakal generasi penerus sebuah bangsa. Kunci utama keberhasilan pendidikan anak ini terletak pada orang tua,  sejak kelahiran anak sampai berangsur-angsur menjadi orang dewasa.

Orang tua sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anaknya baik yang berkenaan dengan iman,  moral,  mental,  jasmani maupun rohani.  Pendidikan pertama yang harus ditanamkan orang tua adalah keimanan dan perilaku agama di dalam diri anak untuk memupuk keteladanan yang baik dalam diri mereka.

Akan tetapi seorang pendidik tidak hanya cukup dengan sekedar menunaikan tanggung jawab dan kewajibannya saja. Ia harus mencari metode alternatif baru dengan menyempurnakan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih memadai. Seorang pendidik yang bijaksana sudah barang tentu akan terus mencari metode alternatif yang lebih efektif dengan menerapkan dasar-dasar pendidikan yang berpengaruh dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral,  saintifikal,  spiritual dan etos sosial,  sehingga anak dapat mencapai kematangan yang sempurna.[1]

Demikian halnya mendidik shalat pada anak,  sangat diperlukan metode yang tepat.  Karena pendidikan shalat bagi anak sangat penting dan harus ditanamkan pada anak di usia dini.  Amal ibadah yang pertama kali dihisab di hari kiamat adalah shalat. Di dalam Islam perkara shalat mendapat kedudukan yang besar,  tiada satu ayat yang menggantikan kedudukan shalat dengan ibadah lain. Shalat merupakan tiang bagi agama 
Sebagaimana firman Allah :
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا (النساء : 103)
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. [2] ( Q. S.  An Nisa’ ayat 103)

Shalat-shalat yang diwajibkan ada lima.  Shalat difardlukan langsung oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya.  Ketika peristiwa Isra’ Mi’raj dan tidak melalui malaikat Jibril.[3] Dari berbagai manfa’at dan keutamaan shalat itu menjadi dasar,  sehingga rasulullah memerintahkan kepada setiap orang tua untuk memberikan pendidikan shalat pada anak sejak usia dini,  karena orang tua sebagai pendidik utama,  harus mampu mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah.
Sebagaimana dalam hadits  Abu Daud :[4]
عن عبد الملك بن الربيع ابن سبرة عن ابيه عن جده وجده هو سبرة بن معبد الجهني قال : قال النبي صل الله عليه وسلم : مروا الصبي بالصلاة اذ بلغ سبع سنين ، واذا بلغ عشر سنين فاضربوه عليها (رواه ابو داود)  
Dari Abdul Malik bin Rabiey bin Sibrah dari ayahnya dari kakeknya, yaitu sabrah bin Ma’bad al-Juhni RA. dia berkata: Rasulullah SAW,  bersabda,  “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah ketika berusia sepuluh tahun (apabila meninggalkan shalat).  (HR.  Abu daud ). [5]

Hadits ini menunjukkan betapa Rasulullah sangat memperhatikan pendidikan shalat kepada umatnya. Sehingga mereka diperintahkan untuk belajar shalat sejak usia sebelum baligh. Perintah Rasulullah ini harus ditindaklanjuti oleh setiap orang tua. Karena Allah memerintahkan kepada umat islam agar percaya kepada Rasul-Nya untuk menta’atinya baik segala bentuk perundang-undangan yang dibawa-Nya (baik berupa perintah maupun larangan). Tuntutan ta’at dan patuh kepada Rasulullah ini sama halnya dengan tuntutan ta’at dan patuh  kepada Allah SWT. 

Seluruh kaum muslimin telah bulat pendapatnya bahwa hadits merupakan salah satu Undang-undang dan pedoman hidup umat yang harus diikuti yang sampai kepada kita dengan sanad yang shahih. [6]

Sehingga memberikan keyakinan yang pasti atau dugaan yang kuat bahwa hal itu datangnya dari Rasululullah adalah sebagai hujjah bagi kaum muslimin dan sebagai sumber syari’at tempat para mujtahid mengeluarkan hukum-hukum syara’. Hukum-hukum dari yang diambil dari Hadits wajib ditaati sebagaimana hukum-hukum yang diambil dari al-Qur’an.

Tentang bagaimana metode pendidikan shalat  sama halnya metode yang digunakan dalam mengajar.  Dan semua itu banyak terdapat dalam al-Qur’an dan pada sunnah Nabi yang disesuaikan dengan mata pelajaran,  perkara yang diajarkan,  usia siswa dan suasana dimana ia belajar,  seperti: tehnik kisah (cerita),  tehnik teladan yang baik,  tehnik pengajaran dari sejarah,  tehnik pembahasan akal,  tehnik tanya jawab,  pemberian contoh,  tehnik perintah pada yang ma’ruf dan melarang pada yang munkar,  tehnik hukuman dan balasan dan lain-lain.[7] Oleh karena itu berbagai metode itu harus dicari metode apa yang tepat dalam mendidik anak tentang shalat.  Ini merupakan permasalahan yang dihadapi orang tua dalam mendidik anak, karena metode yang tepat pasti tujuan pendidikan yang diharapkan akan tercapai.  Dari sini penulis mencoba menganalisis hadits Abu Daud tentang metode pendidikan shalat bagi anak.

Agar tidak terjadi kesalahpahaman, maka perlu adanya penegasan judul dengan arti atau pengertian masing-masing kata agar mudah dipahami. Masing-masing batasan istilah dari judul diatas adalah:
  1. Metode
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu meta dan hodos,  meta berarti metode melalui cara,  sedangkan hodos berarti jalan,  Bahwa metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan.[8] Metode secara harfiah berarti cara,  dalam pemakaian umum metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis.[9]
2.  Pendidikan Shalat
Pendidikan secara etimologi berasal dari kata dasar “didik” yang berarti memelihara dan memberi latihan yaitu proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan melalui upaya pengajaran dan penelitian, proses, perbuatan cara mendidik. [10] Pengertian pendidikan dalam bahasa Arab berarti Ta’dib yang tekanannya tidak hanya pada unsur-unsur ilmu pengetahuan (‘ilm) dan pengajaran (ta’lim) belaka,  tetapi lebih menitikberatkan pada pendidikan diri manusia seutuhnya (tarbiyatunafs wal akhlaq).  Istilah ta’dib telah dipergunakan sejak zaman Rasulullah sampai zaman kejayaan islam.[11] Jadi pada dasarnya pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,  pengajaran atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang
Kata Shalat menurut ahli bahasa berarti pengagungan dan memahasucikan Allah SWT. Pengertian shalat sesuai yang digambarkan Rasulullah yaitu ucapan-ucapan serta sejumlah perbuatan yang bertujuan mengagungkan.  Allah,  dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat dan rukun tertentu.[12]
Sedangkan pendidikan shalat dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan pengajaran,  latihan tentang tindakan sembahyang.
  1. Anak
Al-Ghazali mempergunakan istilah anak dengan beberapa kata,  seperti al Shobiy (kanak-kanak),  al muta’alim (pelajar) dan tholibul ilmi (penuntut ilmu pengetahuan).  Oleh karena itu istilah anak didik disini dapat diartikan anak yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan obyek utama dari pendidikan dalam arti yang luas.[13]Dan anak yang dimaksud penulis adalah anak yang terdapat dalam kajian matan hadits Abu Daud, yaitu batasan usia anak untuk diperintah shalat.
4.  Hadits
Arti asli dari Hadits ialah “baru”.  Di dalam al-Qur’an,  kata Hadits ini berarti berita (kabar).  Menurut ahli ilmu Hadits,  Hadits ialah segala sesuatu yang bersumber dari nabi Muhammad SAW baik yang berupa perkataan,  perbuatan,  ketetapan ataupun sifat fisik atau kepribadian.[14] Sedangkan Abu Daud nama lengkapnya ialah Sulayman bin Al-Asy’as bin Ishaq bin Bisyri bin Syaddad bin ‘Amr bin Imran al azdi al Sijistani.  Ia dilahirkan tahun 202 H dan wafat dalam usia 73 tahun di kota Basrah.  Ia adalah penyusun kitab sunan Abu Daud[15] Dan Hadits yang dimaksud adalah Hadits Dalam Sunan Abu Daud No.494. Fungsi hadits disini akan kami gunakan sebagai pembatas dalam mengkaji Hadits-Hadits tentang metode pendidikan shalat pada anak.


Sumber


[1]Abdullah Nashih Ulwan,  Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid II, ( Bandung: Asy-Syifa’, 1988 ),  hlm.  1.
[2]Soenardjo, dkk ., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra 1998 ), hlm. 138.
[3]Afif Abdul Fatah Thabbarah, Ruh Shlmat dalam Islam, (Semarang: Salam Setiabudi,: t.th), hlm.  88.
[4]Sunan Abu Daud, juz.I, (Beirut: Darul Fikr, tth), hlm. 119
[5]Ustadz Bey Arifin, dkk., Tarjamah Sunan Abi Daud,, Jilid I, (Semarang: Asy-Syifa’,   1992),  hlm. 325. 
[6]M.  Syuhudi Ismail,  Kaidah Kesahihan Sanad Hadits,  (Jakarta: Bulan Bintang,  1995), cet. II,  hlm.  24.
[7]Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibany,  Falsafah Pendidikan Islam, ( Jakarta: Bulan Bintang ), 1979,  hlm.  587.
[8]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986),  hlm. 39.
[9]Muhibbin Syah,  Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm.  201.
[10]Poerwadarminto,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985),  hlm.  232.
[11]M.  Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam,(Jakarta: Ciputat Pers, 2002),  hlm.  4.
[12]Afif Abdul Fatah Thabbarah, Ruh Shalat Dalam Islam,Op.Cit.t.,  hlm.  40.
[13]Zainuddin, dkk,  Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali ,( Jakarta: Bumi Aksara,  1991),  hlm. 64
[14]Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Cet II, ( Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,  1984),  hlm. 77.
[15]Sa’dullah As-Sa’idi,  Hadits-hadits Sekte I,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),  hlm. 51. 

0 Response to "TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DAN PENDIDIKAN SHOLAT ANAK"

Post a Comment

sumonggo tinggalkan salam