Serba Serbi Pendidikan - pada kesempatan ini kita akan mengkaji tentang Perkembangan Mental Stabil. Istilah perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang telah dikatakan oleh Van dan Daele "Perkembangan berarti perubahan secara kualitatif". Ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses intergrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.[1]
Mental adalah sesuatu yang menyinggung masalah pikiran, akal, ingatan atau proses-proses yang berasosiasi dengan pikiran, akal dan ingatan.[2]
Sedangkan menurut Kartini Kartono dalam bukunya "Hygiene Mental" bahwa yang dimaksud dengan mental adalah sesuatu yang berhubungan dengan fikiran, akal, ingatan atau proses yang berasosiasi dengan fikiran, akal dan ingatan..[3]
Sedangkan stabil adalah mantap, kokoh dan tidak goyah.[4]
Jadi perkembangan mental stabil adalah suatu deretan perubahan yang berkaitan dengan pikiran, akal, ingatan yang berasosiasi terhadap pikiran, akal pikiran, akal dan ingatan yang stabil dan menjadikan pikiran ini sehat secara jasmaniah dan rohaniah.
Sebetulnya pengertian mental stabil dengan pengertian kesehatan mental adalah sama cuma beda pengistilahan bahasa saja, keduanya sama-sama membahas tentang bagaimana membentuk mental yang sehat.
Adapun pengertian mental hygiene atau kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental atau jiwa, bertujuan mencegah timbulnya gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.[5]
1. Aspek-Aspek Perkembangan Mental Stabil
Anak usia pra sekolah merupakan fase perkembangan individu 2 - 6 tahun. Ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya dan telah dapat mengenal hal-hal yang dianggap berbahaya. Adapun aspek-aspek masa perkembangan mental stabil anak, antara lain:
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Pertumbuhan tubuh anak memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisik dan ekplorasi terhadap lingkungannya.
Anak-anak sudah mulai menyenangi makanan yang jenisnya beragam, jumlah jam tidur mulai berkurang. Pada masa ini anak sudah mulai mampu mengendalikan organ pembuangan kotoran.
Perkembangan fisik lainnya yaitu pernafasan lebih lambat dan juga denyut jantung lebih lambat dan menetap. Perkembangan fisik anak ditandai juga dengan berkembangnya kemampuan atau keterampilan motorik baik kasar maupun halus. Untuk perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi yang cukup dan seimbang.
b. Perkembangan Intelektual
Perkembangan kognitif pada usia ini yaitu anak sudah mampu untuk menggunakan simbol-simbol (bahasa, kata-kata, benda, peristiwa), anak berimajinasi tentang berbagai hal dengan menggunakan benda atau peristiwa.
Berimajinasi menggunakan benda misalnya anak bermain kursi sebagai benda yang melambangkan mobil atau kereta. Berimajinasi menggunakan peristiwa tampak dalam permainannya bermain peran seperti perang-perangan, sekolah-sekolahan.
Pada masa pra sekolah cara berfikir anak masih dibatasi oleh persepsinya, mereka cenderung menyakini apa yang dilihat, cara berfikirnya masih kaku dan tidak fleksibel, masih terfokus pada keadaan awal dan akhir. [6]
c. Perkembangan Emosional
Pada awal masa kanak-kanak, anak cenderung terbawa emosi sehingga sulit untuk dibimbing dan diarahkan. Sebagian emosi disebabkan oleh lamanya bermain, tidak mau tiur siang dan makan terlalu sedikit.
Emosi yang tinggi kebanyakan disebabkan oleh masalah psikologis dari pada masalah fisiologis. Orang tua hanya memperbolehkan anak melakukan beberapa hal saja, padahal anak merasa mampu melakukan banyak hal dan cenderung menolak larangan orang tua. Lebih penting lagi, anak-anak yang diharapkan orang tuanya mencapai standar yang tidak masuk akal akan lebih mengalami ketegangan emosional dari pada anak-anak yang orang tuanya lebih realistis dalam menumpukan harapannya.
Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak yaitu sebagai berikut :
1) Takut
Perasaan terancam terhadap sesuatu obyek yang dianggap membaayakan.
2) Cemas
Perasaan takut yang bersifat hayalan, yang tidak ada obyeknya. Kecemasan muncul mungkin dari situasi-situasi yang dihayalkan berdasarkan pengalaman yang diperoleh baik dari perlakuan orang tua, buku/komik atau film.
3) Marah
Perasaan tidak senang, benci baik pada diri sendiri atau orang lain untuk obyek tertentu yang diwujudkan dalam bentuk Verbal (kata-kata kasar/makian) dan Non Verbal (mencubit, memukul). Perasaan marah merupakan reaksi terhadap situasi frustasi yang dialaminya, yaitu kecewa, tidak senang karena adanya hambatan terhadap pemenuhan keinginanya.
4) Cemburu
Perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang miliknya.
5) Kegembiraan
Perasaan yang positif , nyaman karena terpenuhi keinginannya.
6) Kasih Sayang
Perasaan senang untuk memberikan perhatian/perlindungan terhadap orang lain, hewan/benda.
7) Phobi
Perasaan takut trhadap obyek yang tidak patut diketahui, misalnya : takut dengan kecoa, takut air.
8) Ingin Tahu
Perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu baik fisik/non fisik. Perasaan ini ditandai dengan banyak mengajukan pertanyaan.
d. Perkembangan Bahasa
Selama masa awal kanak-kanak, anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara. Hal ini disebabkan karena dua hal, yaitu :
1) Belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak-anak yang lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok dari pada anak-anak yang komunikasinya terbatas.
2) Berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya anak berbicara antara lain :
a) Intelegensi : Semakin cerdas anak, semakin cepat keterampilan berbicara dikuasai sehingga semakin cepat dapat berbicara.
b) Jenis Disiplin : Anak yang dibesarkan dengan disiplin yang lemah akan lebih banyak berbicara dari pada anak-anak yang orang tuanya terlalu disiplin.
c) Posisi Urutan : Anak pertama didorong untuk lebih banyak bicara dari pada adiknya dan orang tua lebih mempunyai banyak waktu untuk berbicara dengan adiknya.
d) Penggolongan peran sek : Anak laki-laki diharapkan lebih sedikit berbicara dari anak perempuan.
e. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial masa awal kanak-kanak pada anak sudah nampak jelas. Mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebaya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada masa awal kanak-kanak adalah :
1) Anak mulai mengetahui aturan baik dilingkungan keluarga atau teman bermain.
2) Sedikit demi sedikit sudah mulai tunduk pada peraturan.
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
4) Anak mulai dapat bermain dengan teman sebaya.
f. Perkembangan Bermain
Masa awal kanak-kanak atau pra sekolah dapat disebut juga sebagai masa bermain. Bermain disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memproleh kesenangan.
Ada beberapa macam permainan anak, yaitu :
1) Permainan fungsi (permainan gerak) misalnya, lari, loncat, bermain bola.
2) Permainan fiksi, seperti main perang-perangan, dagang-dagangan.
3) Permainan apresiasi, misalnya mendengar dongeng, melihat gambar.
4) Permainan membentuk (kontruksi) misalnya, membuat kapal-kapalan, rumah.
5) Permainan prestasi misalnya, sepak bola, bola basket.
Secara psikologis dan pedagogis bermain punya nilai berharga bagi anak, diantaranya :
1) Anak memperoleh perasaan senang, bangga (peredaan ketegangan).
2) Mengembangkan sikap percaya diri, tanggung jawab dan kerjasama.
3) Mengembangkan daya fantasi/kreativitas.
4) Mengenal norma/aturan dalam kelompok dan belajar mentaati.
5) Memahami baik dirinya atau orang lain punya kelebihan dan kekurangan.
6) Mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa dan toleransi.
g. Perkembangan Moral
Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik di mana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abtrak tentang benar benar dan salah. Ia tidak punya dorongan mengikui peraturan karena tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota kelompok sosial.
Pada masa ini anak-anak berorientasi patuh dan hukuman dalam arti ia mulai benar salahnya perbuatan berdasarkan akibat-akibat fisik dari perbuatan itu, biasa anak melakukan/patuh pada peraturan agar memperoleh pujian dari lingkungan sosialnya.
Pada saat mengenalkan konsep baik dan buruk, salah dan benar atau menanamkan disiplin pada anak, harus juga memberikan penjelasan tentang alasannya. Penanaman disiplin dengan disertai alasan diharapkan akan mengembangkan Self Control (kemampuan mengendalikan diri) dan mengembangkan Self Discipline (mendisiplinkan diri berdasarkan kesadaran sendiri) pada anak. [7]
h. Perkembangan Kepribadian
Anak sudah mulai menemukan bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi orang lain, memperhatikan kepentingannya. Pertentangan antara kemampuan diri dan tuntutan lingkungannya dapat mengakibatkan ketegangan dalam diri anak, sehingga tidak jarang anak meresponnya dengan sikap membandel atau keras kepala.
Pada masa ini, perkembangan kesadaran dan kemampuan untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab. Oleh karena itu agar tidak berkembang sikap bandel anak yang kurang terkontrol pihak orang tua perlu menghadapi secara bijaksana, penuh kasih sayang dan tidak bersikap keras.
i. Perkembangan Kesadaran Beragama
Kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Sikap keagamaannya bersifat menerima meskipun banyak bertanya.
2) Penghayatan secara rohaniah masih belum mendalam meskipun mereka telah berprestasi dalam berbagai ritual keagamaan.
3) Hal ketuhanan dipahami menurut hayalan pribadinya sesuai taraf berpikirnya yang memanang segala sesuatu dari sudut dirinya.
Pengetahuan anak tentang agama terus berkembang berkat mendengarkan ucapan orang tua, melihat sikap orang tua dalam mengamalkan ibadah, pengalaman meniru perbuatan dan ucapan orang tuanya.
Menanam nilai-nilai agama pada masa ini sangat penting karena pada umur pra sekolah adalah umur yang paling subur untuk menanamkan rasa agama kepada anak, umur penumbuhan kedewasaan, kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama melalui permainan dan perlakuan dari orang tua dan guru.[8]
2. Ruang Lingkup Perkembangan Mental Stabil
Kalangan ahli-ahli kesehatan mental (mental hygienits) memberikan batasan bahwa ruang lingkup kesehatan mental itu adalah 1). Pemeliharaan dan promosi kesehatan mental individu dan masyarakat, dan 2). Prevensi dan perawatan terhadap penyakit dan kerusakan mental. Secara garis besar ruang lingkup kerja kesehatan mental itu mencakup hal-hal berikut:
a. Promosi kesehatan mental, yaitu usaha-usaha peningkatan kesehatan mental. Usaha ini dilakukan berangkat dari pandangan bahwa kesehatan mental bersifat kualitatif dan kontinum dan dapat ditingkatkan sampai batas optimal.
b. Prevensi primer, adalah usaha kesehatan mental untuk mencegah timbulnya gangguan dan sakit. Usaha ini dilakukan sebagai proteksi terhadap kesehatan mental masyarakat agar gangguan dan sakit mental itu tidak terjadi.
c. Prevesi sekunder, adalah usaha kesehatan mental menemukan kasus dini (early case ditection) dan penyembuhan secara cepat (prompt treatment) terhadap gangguan dan sakit mental. Usaha ini dilakukan untuk mengurangi durasi gangguan dan mencegah jangan sampai terjadi cacat pada seseorang atau masyarakat.
d. Prevensi tersier, merupakan usaha rehabilitasi awal yang dapat dilakukan terhadap orang yang mengalami gangguan dan kesehatan mental. Usaha ini dilakukan untuk mencegah diasabilitas atau ketidakmampuan, jangan sampai mengalami kecacatan yaitu kecacatan menetap.
Atas dasar ini maka ruang lingkup mempelajari kesehatan mental tidak saja berhubungan dengan perawatan kesehatan individu (indivudual health care) tetapi juga pelayanan kesehatan kemasyarakatan (community health care), dan justru pelayanan kesehatan masyarakat ini menjadi fokus utama dalam kesehatan mental.[9]
3. Prinsip Dasar Perkembangan Mental Stabil
Menurut Moeljono Notosoedirjo dalam bukunya "Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan", ada lima belas prinsip yang harus diperhatikan untuk memahami kesehatan mental. Prinsip ini berguna dalam upaya pemeliharaan peningkatan kesehatan mental serta pencegahan terhadap gangguan-gangguan mental. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a. Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, meliputi:
1) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan atau bagian yang tidak terlepas dari kesehatan fisik dan integritas organisme.
2) Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik, perilaku manusia harus sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelektual, religius, emosional dan sosial.
3) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian diri, yang meliputi pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
4) Dalam pencapaian dan khususnya memelihara kesehatan dan penyesuaian mental, memperluas pengetahuan tentang diri sendiri merupakan sesuatu keharusan.
5) Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, yang meliputi: penerimaan diri dan usaha yang realistik terhadap status atau harga dirinya sendiri.
6) Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan terus menerus memperjuangkan untuk meningkatkan diri dan realisasi diri jika kesehatan dan penyesuaian mental hendak dicapai.
7) Stabilitas mental dan penyesuaian yang baik memerlukan pengembangan terus-menerus dalam diri seseorang mengenai kebaikan moral yang tertinggi, yaitu: hukum, kebijaksanaan, ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan hati, dan moral.
8) Mencapai dan memelihara kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada penanaman dan perkembangan kebiasaan yang baik.
9) Stabilitas dan penyesuaian mental menurut kemampuan adaptasi, kapasitas untuk mengubah meliputi mengubah situasi dan mengubah kepribadian.
10) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan perjuangan yang terus menerus untuk kematangan dalam pemikiran, keputusan, emosionalitas dan perilaku.
11) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan belajar mengatasi secara efektif dan secara sehat terhadap konflik mental dan kegagalan dan ketegangan yang ditimbulkannya.
b. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan lingkungannya, meliputi:
1) Kesehatan dan penyesuaian mental tergantung kepada hubungan interpersonal yang sehat, khususnya di dalam kehidupan keluarga.
2) Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung kepada kecukupan dalam kepuasan kerja.
3) Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan sikap yang realistik yaitu menerima realitas tanpa distorsi dan objektif.
c. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi:
1) Stabilitas mental memerlukan seseorang mengembangkan kesadaran atas realitas terbesar daripada dirinya yang menjadi tempat bergantung kepada setiap tindakan yang fundamental.
2) Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan antara manusia dengan Tuhannya.[10]
Sedangkan menurut Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul "Hygiene Mental" mengatakan ada beberapa prinsip pokok yang mendasari kesehatan mental, antara lain adalah:
a. Pemenuhan Kebutuhan Pokok
Setiap individu selalu memiliki dorongan-dorongan dan kebutuhan-kebutuhan pokok yang bersifat organis (fisis dan psikis) dan yang bersifat sosial. Kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan itu menuntut pemuasan. Timbullah ketegangan-ketegangan dalam usaha pencapaiannya. Ketegangan cenderung menurun jika kebutuhan-kebutuhan terpenuhi, dan cenderung naik/ makin banyak, jika mengalami frustasi atau hambatan-hambatan.
b. Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat psikis. Dia ingin merasa kenyang, aman terlindung, ingin puas dalam hubungan seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya. Pendeknya, ingin puas di segala bidang. Lalu timbullah sense of importancy dan sense of mastery, (kesadaran nilai dirinya dan kesadaran penguasaan) yang memberi rasa senang, panas dan bahagia.
c. Posisi dan Status Sosial
Setiap individu selalu berusaha mencari posisi sosial dan status sosial dalam lingkungannya. Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati menumbuhkan rasa diri aman/ assurance, keberanian dan harapan-harapan di masa mendatang. Orang lalu menjadi optimistis dan bergairah karenanya. Individu-individu yang mengalami gangguan mental, biasanya merasa dirinya tidak aman, merasa senantiasa dikejar-kejar dan selalu dalam kondisi ketakutan. Dia tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan pada hari esok; jiwanya senantiasa bimbang dan tidak imbang.[11]
4. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Ganguan Mental Stabil
Secara sederhana, gangguan mental dimaknakan sebagai tidak adanya atau kekurangannya dalam hal kesehatan mental. Dari pengertian ini, orang yang menunjukkan kurang dalam hal kesehatan mentalnya, maka dimasukkan sebagai orang yang mengalami gangguan mental.
Ada juga yang mengatakan bahwa gangguan mental dimaknakan sebagai adanya penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan dan tindakan.
A. Scott mengelompokkan ada enam macam kriteria atau faktor-faktor yang menyebabkan gangguan mental, yaitu:
a. Gangguan mental karena memperoleh pengobatan psikiatris
Orang yang terganggu mentalnya adalah orang yang memperoleh pengobatan (treatment) psikiatris. Pengertian ini lebih menekankan pada pasien-pasien yang memperoleh perawatan di rumah sakit tidak dianggap sebagai orang yang mengalami gangguan mental.
b. Salah penyesuaian sebagai gejala sakit mental
Penyesuaian seseorang berkaitan dengan kesesuaian seseorang dengan norma-norma sosial atau kelompok tertentu. Perilaku seseorang dapat sesuai atau tidak sesuai dengan norma masyarakat atau kelompok. Jika perilakunya sesuai dengan norma masyarakat berarti dia dapat melakukan menyesuaikan sosial, tetapi jika perilakunya bertentangan dengan norma kelompok atau masyarakat maka dia tidak dapat melakukan penyesuaian sosial.
c. Diagnosis sebagai kriteria sakit mental
Dibandingkan dengan cara-cara sebelumnya, kriteria diagnosis lebih obyektif. Hanya saja, jika kriteria yang digunakan tidak menggunakan prosedur diagnostik yang kurang standar, maka akan mempengaruhi validitasnya. Selain itu, juga metode survei yang digunakan.
d. Sakit mental menurut pengertian subjektif
Sehat dan sakit diketahui melalui pemahaman atau pengakuan subjektif. Dalam hal ini sakit mental itu sebagai suatu pengalaman subjektif bagi seseorang. Jika seseorang merasa mengalami gangguan, maka dia sebenarnya tidak sehat mentalnya, tetapi jika tidak merasa mengalami gangguan maka sehatlah dia.
e. Sakit mental jika terdapat simptom psikologis secara objektif
Pada setiap gangguan mental terdapat simptom-simptom atau gejala psikologis tertentu. Gejala-gejala itu berdasarkan kriteria yang ditetapkan jika terdapat pada seseorang maka dijadikan sebagai indikasi adanya gangguan mental padanya.
f. Kegagalan adaptasi secara positif
Seseorang yang gagal dalam adaptasi secara positif dikatakan mengalami gangguan mental. Adaptif ini berbeda dengan penyesuaian sosial, karena adaptif lebih aktif dan didasarkan atas kemampuan pribadi sekaligus melihat konteks sosialnya. Pengertian ini sangat konseptual dan sangat dioperasionalkan.[12]
Demikian Kajian kita tentang Perkembangan Mental Stabil. Semoga bermanfaat
[1]Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Erlangga, Jakarta, 1991, hlm. 2
[2]JP. Caplin, Kamus Lengkap Psikolofi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 297
[3] Kartini Kartono, Hygiene Mental, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 17
[4]Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 961
[5] Kartini Kartono, Op.Cit., hlm. 3
[6]Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Remaja Rosda Karya, Bandung. 2001, hal. 87-90
[7] Ibid., hlm. 91-93
[8] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm. 55
[9] Moeljono Notosoedirjo, Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan, Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2001, hlm. 21
[10] Ibid., hlm. 36-38
[11] Kartini Kartono, Op.Cit., hlm. 29-30
[12] Moeljono Notosoedirjo, Op.Cit., hlm. 43-46
0 Response to "PERKEMBANGAN MENTAL STABIL"
Post a Comment
sumonggo tinggalkan salam